Sabtu 19 Jun 2021 17:55 WIB

Sekjen PBB Desak Majelis Umum Menindak Myanmar

Pasukan Junta menewaskan lebih dari 860 orang sejak kudeta 1 Februari di Myanmar

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Antonio Guterres
Foto: AP/K.M. Chaudary
Antonio Guterres

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - Sekjen PBB Antonio Guterres pada Jumat (18/6) mendesak Majelis Umum yang beranggotakan 193 untuk memberitahu militer Myanmar bahwa demokrasi harus ditegakkan, tahanan politik harus dibebaskan, dan pelanggaran HAM serta pembunuhan harus dihentikan.

"Kita tidak bisa hidup di dunia di mana kudeta militer menjadi sebuah norma. Sama sekali tidak dapat diterima," kata Guterres kepada awak media.

Baca Juga

Myanmar bergejolak sejak militer menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi, mengutip penolakannya untuk menyelesaikan apa yang disebut kecurangan dalam pemliu November. Pengawas internasional mengatakan pemilihan itu adil.

Pasukan Junta menewaskan lebih dari 860 orang sejak kudeta 1 Februari, menurut kelompok Assistance Association for Political Prisoners. Junta mengklaim jumlah tersebut jauh lebih rendah.

Majelis Umum pada Jumat menyerukan penghentian aliran senjata ke Myanmar dan mendesak militer agar menghargai hasil pemilu November dan membebaskan tahanan politik, termasuk pemimpin Aung San Suu Kyi, menurut para diplomat. Tak diketahui pasti apakah ada negara yang bakal menyerukan pemungutan suara mengenai draft resolusi Majelis Umum atau apakah akan diadopsi melalui konsensus.

Para diplomat mengatakan draft tersebut mengantongi dukungan cukup untuk disahkan. "Saya berharap Majelis Umum dapat memberikan sebuah pesan yang sangat jelas," kata Guterres.

Resolusi Majelis Umum tidak mengikat secara hukum tapi membawa pengaruh politik. Berbeda dengan Dewan Keamanan beranggotakan 15 negara, tidak ada negara yang memiliki hak veto di Majelis Umum. Draft resolusi Majelis Umum juga menyerukan Myanmar agar segera menerapkan konsensus lima poin yang dibuat junta bersama ASEAN pada April untuk menghentikan kekerasan sekaligus memulai dialog dengan para oponen.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement