REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Salah satu sumber diplomasi mengatakan Iran tidak siap melanjutkan negosiasi untuk kembali mematuhi kesepakatan nuklir 2015 sampai pemerintahan presiden terpilih Ebrahim Raisi mulai menjabat. Sumber tersebut tidak bersedia namanya disebutkan.
Ia mengatakan Iran telah menyampaikan hal itu kepada pejabat-pejabat Eropa yang bertindak sebagai pelaku negosiasi tidak langsung antara Iran dan AS. Teheran juga berpikir perundingan yang digelar di Vienna tidak akan dilanjutkan hingga pertengahan Agustus.
"Mereka tidak siap kembali sebelum pemerintahan baru," kata sumber tersebut, Kamis (15/7).
Sumber itu menambahkan belum diketahui apakah Iran siap kembali ke perundingan kesepakatan yang dikenal Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) itu pada Raisi resmi dilantik pada 5 Agustus atau ketika pemerintahnya dimulai.
"Saat ini kami bicara tentang kemungkinan tidak akan kembali hingga pertengahan Agustus," katanya.
Perundingan kembalinya Iran ke JCPOA dimulai pada bulan April lalu. Namun, negosiasi itu mengalami kebuntuan setelah enam putaran pertemuan yang terakhir digelar pada 20 Juni lalu dan belum ada tanda-tanda akan dimulai kembali.
Kesepakatan yang dibentuk mantan Presiden AS dari Partai Demokrat, Barack Obama dan ditinggalkan mantan Presiden dari Partai Republik Donald Trump itu untuk menahan program nuklir Iran. Sebagai imbalannya AS mencabut sanksi-sanksi ekonomi pada negara itu.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengkonfirmasi Iran telah meminta waktu. Sebab ada proses transisi presiden.
"Kami siap untuk melanjutkan negosiasi tapi Iran meminta waktu lebih banyak untuk menangani transisi presidensial mereka," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS.