REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sekitar 20.000 warga Afghanistan yang bekerja dengan AS atau mitranya selama operasi di Kabul, telah mengajukan permohonan visa imigran khusus. Visa itu memungkinkan mereka dan keluarganya untuk tinggal di AS.
Angka tersebut tidak termasuk anggota keluarga. Nantinya permohonan visa bagi anggota keluarga juga akan diproses.
"Sekitar setengah dari pelamar telah melengkapi dokumen yang diperlukan untuk melanjutkan proses," kata juru bicara Gedung Putih Jen Psaki, dilansir Anadolu Agency, Jumat (16/7).
Setelah proses pemeriksaan keamanan selesai, pelamar yang memenuhi syarat akan dibawa ke pangkalan militer di AS untuk pemeriksaan medis. Sementara para pelamar yang belum menyelesaikan pemeriksaan latar belakang akan dipindahkan dari Afghanistan ke pangkalan militer AS di luar negeri, atau ke negara ketiga.
"Mereka akan ditempatkan dengan aman sampai pemrosesan visa mereka selesai, dan mereka dapat dipindahkan ke Amerika Serikat," kata Psaki.
Gedung Putih mengatakan, AS menjamin dan memastikan bahwa warga Afghanistan yang mengajukan aplikasi visa khusus akan diperlakukan secara manusiawi. AS mengumumkan peluncuran Operation Allies Refuge, yang akan merelokasi warga negara Afghanistan dan keluarga mereka pada minggu terakhir Juli.
Presiden AS Joe Biden telah berjanji untuk memastikan keamanan bagi orang-orang yang membantu AS selama operasi di Afghanistan. Warga Afghanistan yang membantu AS selama operasi di Kabul bekerja sebagai penerjemah dan juru bahasa.
Hingga saat ini, penarikan pasukan asing telah berlangsung dan 95 persen selesai. Salah satu penarikan terbesar berlangsung awal pekan ini, saat Jenderal Scott Miller, yang merupakan komandan tertinggi AS di Afghanistan, meninggalkan komandonya.
Sementara itu, PBB telah menyatakan keprihatinannya dengan jumlah pelanggaran hak asasi manusia serius yang dilaporkan di Afghanistan. Itu juga termasuk dugaan pelanggaran di komunitas yang paling terkena dampak serangan militer yang sedang berlangsung di seluruh wilayah negeri.