REPUBLIKA.CO.ID, PRETORIA -- Pemerintah Afrika Selatan memprotes keputusan Komisi Uni Afrika (AU) yang memberikan status pengamat kepada Israel. Sebagai negara sahabat Palestina, Afrika Selatan menyebut keputusan Komisi AU tidak adil dan tidak beralasan.
Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan pada Rabu (28/7), pemerintah Afrika Selatan menyebut, pemberian status pengamat itu dibuat secara sepihak tanpa konsultasi dengan para negara anggota. Apalagi, keputusan itu dibuat hanya beberapa bulan usai serangan Israel ke Jalur Gaza yang menewaskan ratusan warga Palestina.
"Lebih mengejutkan (status pengamat Israel diberikan) dalam satu tahun di mana orang-orang Palestina yang tertindas diburu oleh pengeboman yang merusak dan melanjutkan pemukiman ilegal di tanah itu," demikian bunyi pernyataan pemerintah Afrika Selatan, dikutip dari Aljazirah, Kamis (29/7).
Pada Mei 2021, ketegangan antara Israel dan Hamas atas pengusiran paksa keluarga Palestina dari rumah mereka di Yerusalem Timur yang diduduki meningkat menjadi serangan 11 hari di Gaza. Serangan Israel menewaskan sedikitnya 260 orang, termasuk 66 anak-anak Palestina. Di pihak Israel terdapat 13 orang tewas akibat roket yang ditembakkan oleh kelompok bersenjata Palestina.
"Afrika Selatan sangat yakin bahwa selama Israel tidak mau merundingkan rencana perdamaian tanpa prasyarat (dengan Palestina), ia tidak boleh memiliki status pengamat di African Union," kata Pemerintah Afrika Selatan.
Selanjutnya, Afrika Selatan akan meminta Moussa Faki Mahamat selaku ketua Komisi AU untuk memberi tahu negara-negara anggota tentang keputusan tersebut. Afrika Selatan berharap masalah itu akan dibahas di tingkat kepala negara dan pemerintahan.