REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Perdana Menteri Lebanon baru, Najib Mikati, menyatakan harapan pemerintah baru dapat dibentuk sebelum Rabu (4/8). Dia menginginkan itu dapat terjadi sebelum peringatan pertama ledakan pelabuhan Beirut yang menghancurkan.
"Saya berharap bahwa kita akan merayakan pembentukan pemerintah sebelum 4 Agustus, hari bencana besar yang terjadi di Lebanon dan mempengaruhi semua orang Lebanon," kata Mikati setelah bertemu dengan Presiden Michel Aoun di Istana Kepresidenan di ibukota Beirut untuk membahas pembentukan pemerintahan baru pada Senin (2/8).
Miikati menyatakan, rakyat sudah lelah membicarakan pembagian untuk membentuk pemerintahan. Dia menekankan bahwa waktu sudah hampir habis. "Batas waktu untuk membentuk pemerintahan bagi saya tidak terbuka, dan saya setuju dengan presiden untuk bertemu lagi pada Kamis," katanya.
Seperti dikutip dari Anadolu Agency, kekecewaan Miikati tersampaikan dengan upaya-upaya yang terus berlarut-larut dalam memperlambat pembentukan pemerintahan baru. "Negara ingin diselamatkan," katanya.
Pada 26 Juni, Mikati menerima dukungan dari 72 dari 128 anggota parlemen, termasuk dukungan dari partai yang dipimpin oleh Saad Hariri dan dukungan dari anggota parlemen Hizbullah untuk memimpin dan membentuk pemerintahan. Mikati adalah anggota parlemen yang mewakili kota utara Tripoli yang sebelumnya memimpin dua pemerintahan, pada 2005 dan 2011.
Awal bulan ini, Hariri mengundurkan diri setelah gagal mencapai kesepakatan dengan Aoun untuk membentuk pemerintahan baru. Lebanon tidak dapat membentuk pemerintahan baru sejak pengunduran diri kabinet Hassan Diab pada 10 Agustus 2020, enam hari setelah ledakan di Beirut.
Negara Arab ini menghadapi krisis ekonomi yang parah, dengan mata uang lokal kehilangan hampir semua nilainya terhadap dolar, dengan jalan-jalan menyaksikan protes dan demonstrasi besar-besaran. Lebanon pada pekan ini siap untuk menandai peringatan ledakan pelabuhan yang menewaskan sedikitnya 200 orang dan ribuan lainnya terluka.