REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang akan mengubah kebijakan untuk fokus pada pasien Covid-19 rawat inap yang sakit parah dan berisiko. Demikian disampaikan para pejabat, Selasa (3/8).
Langkah tersebut diambil untuk menghindari tekanan pada sistem kesehatan ketika kasus melonjak di kota Tokyo dan wilayah lainnya. Jepang telah mengalami peningkatan tajam dalam kasus virus corona, dan mencatat lebih dari 10 ribu infeksi baru setiap hari secara nasional.
Tokyo memiliki rekor tertinggi 4.058 pada Sabtu, melebihi 4.000 untuk pertama kalinya."Kami akan mengamankan tempat tidur bagi pasien yang sakit parah dan mereka yang berisiko terkena penyakit itu," kata Perdana Menteri Yoshihide Suga pada Senin malam setelah pertemuan satuan tugas pemerintah.
Pasien lain akan diminta untuk tinggal di rumah, dan pemerintah akan memastikan mereka dapat dirawat di rumah sakit jika kondisinya memburuk. Kebijakan sebelumnya berfokus pada rawat inap kategori pasien Covid-19 berisiko tinggi yang lebih luas.
Sementara itu pada Senin Jepang memperluas keadaan daruratnya dengan memasukkan tiga prefektur di dekat Tokyo dan prefektur barat Osaka. Keadaan darurat di Tokyo --status keempat sejak pandemi dimulai-- dan di pulau selatan Okinawaakan berlangsung hingga 31 Agustus.
Sepanjang pandemi, Jepang cukup lama berhasil menghindari wabah yang menghancurkan dengan mencatat 932 irbu kasus dan lebih dari 15 ribu kematian hingga Minggu.
Namun sekarang, Jepang berjuang untuk menahan varian Delta yang sangat menular, ketika masyarakat mulai bosan dengan aturan pembatasan dan pelaksanaan vaksinasi yang lambat, terutama di kalangan penduduk usia muda.
Hanya 30 persen kurang dari populasi Jepang yang sudah divaksinasi lengkap. Hampir 70 persen tempat tidur rumah sakit untuk pasien Covid-19 yang sakit parah terisi pada hari Minggu, data kota menunjukkan.