REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) mendesak ASEAN meningkatkan tekanan kepada Myanmar. Hal itu disampaikan setelah junta militer Myanmar mengumumkan perpanjangan batas waktu penyelenggaraan pemilu baru dalam dua tahun.
Menurut seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS, perpanjangan waktu itu menunjukkan keinginan militer Myanmar untuk terus berkuasa demi keuntungannya sendiri. "Jadi semakin banyak alasan mengapa ASEAN harus terlibat dalam hal ini dan menjunjung tinggi lima poin kesepakatan yang juga ditandatangani Myanmar," ujarnya pada Senin (2/8).
Dua diplomat ASEAN mengatakan kepada Associated Press bahwa ASEAN ingin menunjuk Menteri Luar Negeri Kedua Brunei Darussalam Erywan Yusof sebagai utusan khusus Myanmar. Namun, ASEAN tengah menunggu persetujuan dari militer Myanmar.
Menurut mereka, Myanmar belum memberikan respons atas pilihan itu. Hal itu membuat ASEAN Ministerial Meeting (AMM) ke-54 yang diselenggarakan secara virtual pada Senin lalu gagal menerbitkan komunike bersama perihal krisis Myanmar.
Menurut seorang diplomat ASEAN lainnya, dibanding Erywan Yosof, Myanmar lebih memilih mantan duta besar Thailand untuk Myanmar, Virasakdi Futrakul, untuk menjadi utusan khusus ASEAN. Meski nantinya Myanmar menentukan siapa utusan yang diinginkannya, belum jelas kapan dia dapat diizinkan mengunjungi negara tersebut dan bertemu pemimpin de facto Aung San Suu Kyi.
Setelah pemerintahannya digulingkan militer pada Februari lalu, kini Suu Kyi mendekam di tahanan. Dia menghadapi sejumlah dakwaan, termasuk suap. Saat berpartisipasi di AMM ke-53, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi turut menyoroti isu krisis Myanmar.