REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara (Korut) mengatakan, Korea Selatan (Korsel) dan Amerika Serikat (AS) mempertaruhkan krisis keamanan besar karena justru memilih meningkatkan ketegangan. Pernyataan itu menyusul rencana latihan militer bersama antara Korsel dan AS yang dijadwalkan pada pekan ini.
Seorang pejabat tinggi Partai Buruh Korut, Kim Yong-chol mengkritik Korsel dan AS dalam menanggapi niat baik Pyongyang dengan tindakan bermusuhan. Pernyataannya muncul sehari setelah adik perempuan Kim Jong-un, Kim Yo-jong mengecam latihan militer gabungan Korsel dan AS.
Menurut Korsel, Korut tidak menjawab panggilan rutin di hotline antar-Korea pada Selasa (10/8). Pada Rabu (11/8), Kim Yong-chol memilih Korsel untuk melanjutkan latihan dengan AS.
Namun dia mengatakan, bahwa Korut akan "menjelaskan biaya yang harus mereka bayar" untuk memilih aliansi Seoul dengan Washington daripada perdamaian antara-Korea.
"Kami akan membuat mereka menyadari betapa berbahayanya pilihan yang mereka buat dan seberapa dekat mereka dengan krisis keamanan besar dengan membuat pilihan yang salah," katanya dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita negara KCNA.
AS menempatkan sekitar 28.500 tentara di Korsel sebagai warisan Perang Korea 1950-1953. Perang itu berakhir dengan gencatan senjata, bukan kesepakatan damai sehingga meninggalkan semenanjung dalam keadaan perang teknis.
Latihan telah diperkecil dalam beberapa tahun terakhir untuk memfasilitasi pembicaraan yang bertujuan mengakhiri program nuklir dan rudal Pyongyang dengan imbalan keringanan sanksi AS. Namun, negosiasi perdamaian gagal pada 2019. Sementara, Korut dan AS mengatakan mereka terbuka untuk diplomasi.