REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha mencabut perintahnya berisi larangan penyebaran informasi yang dapat menakuti masyarakat selama pandemi Covid-19, pada Senin (9/8).
Pencabutan itu menyusul perintah pengadilan sipil untuk menangguhkan pelaksanaan peraturan tersebut, seperti diumumkan lewat pernyataan resmi pemerintah, Selasa (10/8).
Aturan yang diterbitkan pada 29 Juli tersebut melarang penyebaran berita atau konten yang dapat menakuti publik atau mendistorsi informasi, serta menyebabkan salah paham dan memengaruhi keamanan nasional. Lewat aturan itu, Kantor Komisi Penyiaran dan Telekomunikasi Nasional (NBTC) berwenang memberi tahu penyedia layanan internet agar konten dimaksud dapat diblokir.
Pada Jumat kemarin, Pengadilan Sipil mengatakan aturan tersebut melanggar hukum dan mengeluarkan perintah penangguhan aturan. Pengadilan juga mengatakan sudah ada undang-undang yang dapat digunakan untuk hal tersebut.
Pusat Administrasi Situasi Covid-19 Thailand (CCSA) mengatakan pihak berwenang belum menerapkan aturan tersebut kepada siapa pun dan mereka dapat menggunakan aturan lain seperti disebutkan pengadilan. Maka dari itu, Jenderal Prayut memutuskan untuk mencabut aturan.
Sebelumnya, aturan tersebut memancing kritik keras dari para aktivis hak asasi dan jurnalis di Thailand. Sekelompok perwakilan media dan pengacara HAM mengajukan petisi ke pengadilan sipil terhadap PM Prayut sekaligus meminta pencabutan aturan tersebut pada 2 Agustus silam.