REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang pada Kamis (12/8) mendesak utusan khusus baru ASEAN untuk mengadakan musyawarah dengan "kelompok prodemokrasi" di Myanmar.
Awal bulan ini, blok itu menunjuk diplomat Brunei Erywan Yusof sebagai utusan khusus untuk Myanmar, menugaskannya mengawasi bantuan kemanusiaan dan mendorong dialog antara junta militer yang mengambil alih kekuasaan Februari lalu dan oposisinya.
Lewat telepon, Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi menegaskan bahwa utusan khusus perlu segera mengunjungi Myanmar dan berdiskusi dengan tidak hanya militer Myanmar, tetapi juga dengan kelompok-kelompok prodemokrasi. Dia juga menekankan “pentingnya komunikasi dengan komunitas internasional".
Menurut Kementerian Luar Negeri Jepang, Motegi bertekad “sepenuhnya mendukung” kegiatan utusan khusus ASEAN dalam masalah Myanmar. Mengenai bantuan kemanusiaan, Jepang telah “mengambil inisiatif, bahkan sebelum negara lain, dengan memberikan bantuan kemanusiaan senilai lebih dari 20 juta dolar AS".
Erywan mengapresiasi tindakan Jepang dan akan “mengingat nasihat Jepang dalam menjalankan misinya sebagai utusan khusus". Militer Myanmar merebut kekuasaan pada 1 Februari dengan menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi.
Sejumlah anggota partai yang berkuasa, Liga Nasional untuk Demokrasi, termasuk Suu Kyi, ditahan oleh militer, dan ratusan lainnya tewas saat aksi protes antikudeta. Menurut data Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), sebuah kelompok hak asasi yang memantau kekerasan politik di Myanmar, serangan junta telah menewaskan sedikitnya 965 orang sejak 1 Februari.
“Total 5.550 orang saat ini ditahan. Sebanyak 255 orang sudah divonis, 26 di antaranya dijatuhi hukuman mati, termasuk dua anak-anak," ungkap AAPP.