REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte kini tak mempermasalahkan orang Filipina yang menolak untuk divaksinasi terhadap Covid-19. Ini berbeda dari ancaman penangkapan sebelumnya terhadap mereka yang menghindari upaya vaksinasi.
Duterte mengatakan pemerintah tidak dapat menangkap orang yang tidak divaksinasi jika mereka meninggalkan rumah mereka. Ia mengaku tidak dapat menegakkan aturan sepenuhnya untuk melarang warga keluar.
"Bagi yang tidak mau divaksin, saya tidak apa-apa. Begini, idealnya yang akan kami katakan atau lakukan adalah pemerintah akan memaksa, tapi ini demokrasi," kata Duterte dilansir dari ABS-CBN pada Selasa (17/8).
Duterte menyampaikan negaranya menjunjung demokrasi. Ia menyinggung negara lain yang dianggap tak berdemokrasi. "Di negara lain, Arab Saudi, ketika mereka mengatakan tertutup (lockdown), semuanya tertutup. Tapi kebijakan Arab Saudi bukan seperti yang kita miliki," ujar Duterte.
Pada Juni lalu, Duterte memerintahkan penangkapan orang-orang yang menolak untuk mendapatkan suntikan Covid-19, atau menyuruh mereka disuntik dengan obat anti-parasit ivermectin. "Kamu yang tidak mau divaksin, aku akan memvaksinasi kamu dengan ivermectin. Kamu benar-benar keras kepala. Jangan salah paham. Ada krisis yang sedang dihadapi di negara ini. Ada darurat nasional. Jika kamu tidak melakukannya, tidak ingin divaksinasi, saya akan menangkap Anda," ucap Duterte kala itu.
Menolak vaksinasi ternyata bukan kejahatan menurut lembaga kehakiman Filipina. Dengan sekitar 1,7 juta infeksi virus corona dan sekitar 30 ribu kematian, Filipina sedang berjuang melawan salah satu wabah Covid-19 terburuk di Asia.
Pemerintah bertujuan untuk memvaksinasi hingga 70 juta orang tahun ini untuk mencapai kekebalan kelompok dan membuka kembali perekonomian dengan aman. Setidaknya 12,5 juta orang telah diimunisasi lengkap sejauh ini di Filipina.