REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Kolumnis untuk laman CGTN, Huang Jiyuan, menulis sebuah opini tentang Taliban. Ia mengawali pendapatnya dengan mengatakan bahwa membangun negara tidak akan pernah mudah, bahkan lebih sulit jika Taliban yang mencoba melakukannya.
"Taliban di masa lalu dikatakan menindas, fundamentalis, dan berperilaku dengan cara yang bertentangan dengan banyak norma yang kita junjung tinggi. Kali ini, meskipun dalam istilah yang relatif samar, organisasi telah berbicara tentang menjadi berbeda, lebih inklusif dan terbuka," tulis Jiyuan.
Dia mengutip juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid yang menyatakan, "Beri kami waktu." Mujahid juga menyebut soal adanya pembicaraan serius soal penataan pemerintahan baru. Padahal, untuk menyembuhkan Afghanistan dan membawa pembangunan kepada rakyatnya, keterlibatan dengan negara lain menjadi sangat penting.
Dunia mengawasi dengan seksama. Negara-negara besar sedang mempertimbangkan keputusan mereka atas apa yang dilakukan Taliban dalam beberapa hari mendatang. Perhatian utama saat ini adalah soal kepercayaan. Dan faktanya, Taliban mendapat sedikit kepercayaan dari rakyat Afghanistan.
Amerika Serikat pun menyampaikan bahwa tindakan Taliban merebut pemerintahan Afghanistan itu prematur. Bagi banyak negara di kawasan ini, banyak hal yang bergantung pada keamanan. Salah satu negara yang terancam dengan kehadiran Taliban adalah India.
Baca juga : Dianggap Berkhianat, Foto Ghani Diturunkan dari Kedubes
Sebab Taliban memiliki sejarah melindungi militan pro-Pakistan, dan ini menjadi sebuah ancaman bagi keamanan India. Harsh V. Pant, kepala program studi strategis di Observer Research Foundation, mengatakan hal ini akan menggema di seluruh wilayah, karena akan memberi semangat pada ideologi ekstremis maupun ideologi rasial.
Bagi rakyat Afghanistan, keraguan terletak pada posisi politik pemerintah. Taliban telah mencoba memberi sinyal bahwa kali ini akan berbeda. Aktivis hak-hak perempuan Afghanistan Fawzia Koofi mengatakan sangat sulit untuk memprediksi apa yang akan terjadi.
"Mudah untuk mengeluarkan pernyataan tetapi orang perlu melihatnya dalam praktik," kata Koofi. Meski Taliban berjanji tidak ada pembalasan terhadap mereka yang bekerja untuk pemerintah sebelumnya, tetap saja itu belum terbukti. Dampaknya, kekhawatiran tetap ada.
Ini semua adalah bagian dari pergeseran tektonik yang tak terhindarkan yang harus dihadapi Afghanistan sebagai sebuah negara setelah dua dekade pendudukan asing. Memiliki Taliban sebagai kekuatan politik yang dominan di negara itu saat ini pun tidak membuat stabilitas politik sama seperti sebelumnya.
Jika memang Taliban ingin membangun pemerintahan Islam yang baru-baru digaungkan, yakni terbuka dan inklusif, maka mereka perlu mempertimbangkan untuk melibatkan kepentingan dan sikap politik yang berbeda ke dalam pemerintahan barunya. Tentu ini akan membantu mengamankan keseimbangan di negara itu demi menjaga perdamaian.
Soal bagaimana dunia menanggapi perubahan di Afghanistan, tentu akan bergantung pada kinerja Taliban dalam waktu dekat. Bagaimana Afghanistan memilah masa depan politiknya adalah urusan internalnya. Namun, kalaupun Taliban membangun koneksi dan terlibat dengan organisasi di tingkat yang lebih tinggi, negara-negara lain akan berpikir dua kali karena sama saja mempertaruhkan kredibilitas.
Baca juga : Kencan Terlarang tak Terhenti Gara-Gara Pandemi
Karena itu, munculnya pengakuan Taliban sebagai kekuatan pemerintahan yang sah baik di Afghanistan maupun seluruh dunia, bergantung pada kredibilitas negara yang dibangun Taliban. Dan tentu saja, negara-negara lain akan sampai pada keputusan yang paling rumit di antara semua keputusan yang rumit. Keputusan tersebut, mengakui Taliban sebagai kekuatan pemerintahan yang sah, tidak akan terjadi sampai Taliban meyakinkan dunia bahwa kali ini berbeda.