REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki menegaskan komitmen negaranya terhadap stabilitas dan keamanan Afghanistan pada Kamis (19/8) dan mengatakan Ankara dapat mengadakan pembicaraan dengan pemerintah.
"Kami akan bertemu dengan pemerintah yang dibentuk oleh Taliban jika perlu, dan membahas agenda bersama kami," kata Recep Tayyip Erdogan setelah pertemuan Kabinet selama lima jam di kompleks presiden di Ibu Kota Ankara.
Taliban menguasai ibu kota Afghanistan, Kabul, pada Ahad (15/8) memaksa Presiden Ashraf Ghani dan pejabat tinggi pemerintah lainnya untuk meninggalkan negara itu.
Mencatat bahwa ada 5.000 warga Turki yang tinggal di Afghanistan karena berbagai alasan, Erdogan mengatakan 500 warga Turki bersama dengan 83 warga negara asing sudah dibawa ke Turki atas permintaan mereka.
"Kami akan memindahkan warga negara kami yang masih mengantre untuk kepulangan, yang jumlahnya di bawah 300, sesegera mungkin," ujar dia.
Erdogan membantah klaim oposisi yang mengatakan bahwa Turki menampung 1,5 juta pengungsi Afghanistan. "Turki tidak memiliki tugas, tanggung jawab, atau kewajiban untuk menjadi gudang pengungsi Eropa," tegas dia.
Mengenai migran gelap, Erdogan mengatakan setidaknya 235.000 warga Afghanistan telah dikirim kembali ke negara asalnya. Dia juga mengatakan bahwa hampir 450.000 warga Suriah di Turki telah kembali ke daerah yang telah dibebaskan dari teroris.
Turki telah menjadi titik transit utama bagi pencari suaka yang ingin menyeberang ke Eropa untuk memulai kehidupan baru, terutama mereka yang melarikan diri dari perang dan penganiayaan. Turki, yang telah menampung 4 juta pengungsi - lebih banyak dari negara mana pun di dunia - mengambil langkah-langkah keamanan baru di dalam dan di perbatasan untuk mencegah masuknya pendatang baru.