REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pentagon pada Ahad (22/8) secara resmi meminta bantuan angkutan udara dari maskapai komersial untuk merelokasi pengungsi dari Afghanistan.
Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Lloyd Austin telah mengaktifkan tahap awal program Armada Udara Cadangan Sipil. Lloyd meminta 18 pesawat komersial, masing-masing tiga armada dari American Airlines, Atlas Air, Delta Air Lines dan Omni Air. Kemudian dua armada dari Hawaiian Airlines, dan empat dari United Airlines.
Juru bicara Pentagon John Kirby mengatakan, Pentagon tidak mengantisipasi dampak besar terhadap penerbangan komersial dari aktivasi ini. Menurut Kirby, pesawat tersebut tidak akan terbang ke Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul.
Pesawat komersial ini akan digunakan untuk memindahkan penumpang dari stasiun persinggahan di luar Afghanistan. Hal ini memungkinkan militer AS untuk fokus pada evakuasi.
Ribuan orang bergegas menuju ke bandara pada Senin lalu sehingga menimbulkan kekacauan. AS kemudian mencoba membersihkan landasan dengan helikopter serang yang terbang rendah. Beberapa warga Afghanistan jatuh hingga tewas saat tergantung di sisi pesawat kargo militer AS.
Sebelumnya pemerintah AS mempertimbangkan bantuan dari maskapai penerbangan komersial AS, untuk mengangkut pengungsi Afghanistan. Bantuan ini berada di bawah program Armada Udara Cadangan Sipil sukarela.
Dalam program tersebut, maskapai penerbangan sipil dapat menambah kemampuan pesawat militer selama krisis terkait pertahanan nasional. Program itu lahir setelah pengangkutan udara Berlin.
Baca juga : Joe Biden Pertimbangkan Sanksi untuk Taliban
Komando Transportasi AS pada Sabtu telah mengeluarkan perintah peringatan kepada operator AS tentang kemungkinan aktivasi program tersebut. Nantinya maskapai komersial akan mengangkut pengungsi dari stasiun persinggahan di luar Afghanistan ke negara lain, atau dari Bandara Internasional Dulles Virginia ke pangkalan militer AS.
Sementara itu, pemimpin politik utama Taliban tiba di Kabul untuk melakukan pembicaraan tentang pembentukan pemerintahan baru. Kehadiran Mullah Abdul Ghani Baradar yang kembali ke Kandahar awal pekan ini dari Qatar, dikonfirmasi oleh seorang pejabat Taliban yang berbicara dengan syarat anonim.
Baradar merundingkan kesepakatan damai dengan AS pada 2020 dengan AS. Dia sekarang diharapkan memainkan peran kunci dalam negosiasi antara Taliban dan pejabat pemerintah Afghanistan.
Pejabat Afghanistan yang mengetahui pembicaraan tersebut mengatakan, mereka tidak akan membuat pengumuman tentang pembentukan pemerintah baru sampai batas waktu penarikan pasukan asing yaitu 31 Agustus.
Seorang pejabat senior pemerintah Afghanistan, Abdullah Abdullah, mengatakan, ia dan mantan Presiden Hamid Karzai telah bertemu dengan penjabat gubernur Taliban untuk Kabul pada Sabtu. "Dia meyakinkan kami bahwa dia akan melakukan segalanya untuk keamanan rakyat," kata Abdullah.