REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Sedikitnya 13 tentara Amerika Serikat (AS) turut menjadi korban meninggal dalam ledakan bom bunuh diri di gerbang bandara Kabul, Afghanistan, Kamis (27/8). Peristiwa yang juga melukai 15 tentara AS itu menjadi skenario mimpi buruk bagi Presiden AS Joe Biden.
Sebelum ledakan bom bunuh diri tersebut, AS telah memberi peringatan pada warganya di Afghanistan untuk tidak datang ke bandara Kabul. Washington menyebut ada potensi serangan di sana. Seperti diketahui AS dijadwalkan mengakhiri misi evakuasinya di bandara Kabul pada 31 Agustus mendatang.
Biden telah berkumpul di Ruang Situasi Gedung Putih dengan penasihat militer dan diplomatiknya untuk temu media harian membahas upaya evakuasi Afghanistan yang kacau pada Kamis pagi. Ledakan terjadi di luar bandara yang tengah ramai dan turut menewaskan warga sipil termasuk anak-anak.
Tim tidak keluar dari 'Ruang Situasi' sampai lebih dari dua jam. Kemudian Biden berpindah ke Ruang Oval, saat personel Pentagon, beberapa berseragam, masuk dan keluar dari Gedung Putih. Beberapa staf mengetahui meningkatnya jumlah tentara AS yang tewas dari layar televisi yang dipasang di Sayap Barat Gedung Putih seiring berjalannya hari. Mereka mengeluh putus asa saat jumlahnya berlipat ganda.
"Kami marah dan juga patah hati," kata Biden dalam sambutan publik Kamis malam. Biden dan ibu negara, Jill Biden mengatakan, mereka merasakan apa yang keluarga para pahlawan pemberani rasakan.
Baca juga :Pesan Rusia untuk AS: Jangan Campuri Urusan Negara Lain
Biden bersumpah memburu penyerang bandara Kabul di tengah proses evakuasi. Presiden juga menyebut pasukan yang tewas sebagai pahlawan.
"Mereka adalah bagian dari apa yang saya sebut sebagai tulang punggung Amerika, mereka adalah tulang punggung Amerika. Yang terbaik yang ditawarkan negara ini," ujar Biden.
ISIS mengeklaim bertanggung jawab atas serangan itu. Sebelum insiden ledakan, Gedung Putih mengatakan, Presiden Biden telah mendapatkan informasi tentang ancaman dari kelompok ISKP atau yang juga dikenal dengan ISIS-K. Biden juga telah mengetahui rencana darurat untuk evakuasi.
"ISIS-K adalah musuh bebuyutan Taliban, dan mereka memiliki sejarah pertempuran satu sama lain. Tetapi setiap hari kami memiliki pasukan di lapangan. Pasukan ini dan warga sipil tak berdosa di bandara, menghadapi risiko serangan dari ISIS-K," ujar Biden.
ISIS-K yang dimaksud Biden merujuk pada ISIS-Khorasan, yaitu kelompok yang berafiliasi dengan ISIS di Pakistan dan Afghanistan. Khorasan adalah istilah modern untuk wilayah timur Persia kuno sejak abad ke-3. Khorasan meliputi wilayah yang kini merupakan bagian dari Iran, Afghanistan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan.
Korban tewas militer AS dalam perang Afghanistan sejak 2001 adalah sekitar 2.500. Korban militer AS pada Kamis adalah yang pertama di Afghanistan sejak Februari 2020 dan merupakan hari paling mematikan bagi pasukan Amerika di sana dalam satu dekade.
Baca juga : Saat Umar Bin Abdul Aziz 'Titipkan' Anaknya kepada Allah SWTpada-allah-swt
Beberapa kritikus menyalahkan evakuasi tergesa-gesa yang mengancam akan meninggalkan beberapa orang AS di Afghanistan. Para pejabat AS mengatakan pada Kamis sekitar 1.000 orang Amerika tetap berada di Afghanistan.
"Ini adalah mimpi buruk yang kami takuti dan itulah sebabnya selama berminggu-minggu, para pemimpin militer, intelijen, dan kongres dari kedua belah pihak telah memohon kepada presiden untuk melawan Taliban dan mendorong keluar batas bandara," kata Senator AS dari Partai Republik Ben Sasse.
"Saat kami menunggu rincian lebih lanjut, satu hal yang jelas: Kami tidak dapat mempercayai Taliban dengan keamanan Amerika," tambah Demokrat Bob Menendez, ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat, dalam kritik implisit terhadap strategi Biden.