REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG – Korea Utara (Korut) ditengarai memulai kembali aktivitas produksi plutonium di reaktor nuklirnya. Itu menandakan Pyongyang masih ingin melanjutkan program pengembangan senjata terlarangnya.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengungkapkan, aktivitas tersebut terjadi di situs Yongbon, yakni kompleks nuklir utama Korut. “Sejak awal Juli, sudah ada indikasi, termasuk keluarnya air pendingin, konsisten dengan pengoperasian reaktor,” kata IAEA dalam laporan tahunannya, Senin (30/8).
Menurut laporan IAEA, reaktor Yongbon tampaknya tidak aktif sejak Desember 2018. Kemungkinan pengoperasian reaktor tersebut mengikuti indikasi baru-baru ini bahwa Pyongyang juga menggunakan laboratorium radiokimia terdekat untuk memisahkan plutonium dari bahan bakar bekas yang sebelumnya dikeluarkan dari reaktor.
IAEA mengaku resah dengan perkembangan tersebut. Ia menekankan bahwa aktivitas di reaktor Yongbon merupakan pelanggaran jelas terhadap resolusi PBB. Yongbon terletak sekitar 100 kilometer ke utara dari Pyongyang. Yongbon merupakan rumah bagi reaktor nuklir pertama Korut dan merupakan satu-satunya sumber plutonium yang diketahui untuk program senjata negara tersebut.
Yongbon diyakini bukan satu-satunya fasilitas pengayaan uranium Korut. Menutup situs tersebut tak akan serta merta mengakhiri program nuklir Pyongyang. Pemimpin Korut Kim Jong-un sempat menawarkan penutupan situs Yongbon saat bertemu mantan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Namun, Kim meminta pencabutan beberapa sanksi ekonomi sebagai imbalan. Dua putaran pembicaraan antara Kim dan Trump tak menghasilkan kesepakatan. Sebab, AS menuntut Korut menutup semua situs uji coba nuklir. Setelah hal itu dilakukan dan terverifikasi, Washington bakal mencabut sanksi terhadap Pyongyang. Namun, tuntutan demikian ditolak Kim.