REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia mendukung perdamaian, kemakmuran, dan keamanan di Afghanistan. Menteri luar Negeri Rusia Sergey Lavrov pada Selasa (31/8) mengatakan, strategi konkret di Afghanistan akan diumumkan pada pertemuan Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif yang dipimpin Rusia di ibu kota Tajik, Dushanbe pada pertengahan September.
"Rusia mengambil posisi yang mendukung perdamaian, kemakmuran, dan keamanan di kawasan ini," kata Lavrov dilansir Anadolu Agency, Rabu (1/9).
Lavrov menambahkan teroris, pengedar narkoba, dan anggota kelompok kriminal terorganisir lainnya tidak boleh diizinkan menggunakan tanah Afghanistan untuk kegiatan mereka. Sebelumnya Levrov, pada Rabu (25/8) berpesan kepada Amerika Serikat (AS) bahwa sistem demokrasi tidak bisa dipaksakan di negara lain. Hal ini merujuk pada upaya AS untuk menciptakan perdamaian di Afghanistan.
“Kami telah mengamati di Libya, Suriah, Irak, dan Afghanistan bagaimana Amerika ingin memaksa semua orang untuk hidup sesuai keinginan Amerika. Setiap orang harus menangani masalah mereka sendiri," ujar Lavrov.
Lavrov mengatakan, kesimpulan utama yang harus diambil AS dari perang Afghanistan adalah,tidak ada gunanya mengajari cara hidup dan mencampuri urusan orang lain. Menurutnya siapa pun tidak boleh menggunakan kekerasan yang melanggar Piagam PBB.
"Kita tidak boleh mencampuri urusan orang lain. Kita tidak boleh menggunakan kekerasan dengan cara yang melanggar Piagam PBB," kata Lavrov.
Taliban menguasai Afghanistan setelah mengambil alih ibu kota Kabul pada 15 Agustus. Presiden Ashraf Ghani dan pejabat tinggi lainnya melarikan diri setelah Taliban berkuasa.
Taliban mulai melancarkan serangan dan mengambil alih provinsi serta distrik strategis sejak pasukan asing meninggalkan Afghanistan mulai Mei lalu. Taliban dengan cepat menguasai Afghanistan dan memukul mundur Pasukan Nasional Afghanistan.
Pasukan terakhir AS meninggalkan Afghanistan pada Senin (30/8) malam waktu setempat. Mereka secara resmi mengakhiri misi selama 20 tahun.