Ahad 12 Sep 2021 19:05 WIB

Inggris tidak akan Lagi Terapkan Lockdown untuk Hambat Covid

Inggris akan menyiapkan rencana penanganan penyebaran Covid-19

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Sebuah papan petunjuk arah ke pusat tes Covid-19 terpasang di Bandara Heathrow di London, Inggris, 31 Juli 2021. Badan pengawas persaingan akan menyelidiki perusahaan penyedia tes Covid-19 atas dugaan pelanggaran undang-undang konsumen.
Foto: EPA
Sebuah papan petunjuk arah ke pusat tes Covid-19 terpasang di Bandara Heathrow di London, Inggris, 31 Juli 2021. Badan pengawas persaingan akan menyelidiki perusahaan penyedia tes Covid-19 atas dugaan pelanggaran undang-undang konsumen.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Pemerintah Inggris berharap tak akan lagi menerapkan karantina wilayah (lockdown) guna mengendalikan pandemi Covid-19. Negara itu akan berusaha mengesampingkan penggunaan paspor vaksin untuk memungkinkan warga menghadiri acara massal.

“Saya tidak mengantisipasi adanya lockdown lagi. Saya pikir tidak bertanggung jawab bagi menteri kesehatan mana pun di seluruh dunia untuk mengambil semuanya dari meja, tetapi saya tidak melihat bagaimana kita bisa melakukan lockdown lagi,” kata Menteri Kesehatan Inggris Sajid Javid saat diwawancara BBC pada Ahad (12/9).

Baca Juga

Pada kesempatan itu, dia pun menyinggung tentang penggunaan paspor vaksin di masyarakat. “Apa yang dapat saya katakan, kami telah melihatnya dengan benar dan sementara kami harus menyimpannya sebagai opsi potensial. Saya senang menyampaikan, kami tidak akan melanjutkannya dengan rencana untuk paspor vaksin,” ujarnya.

Javid mengungkapkan, menjelang musim gugur dan musim dingin, Pemerintah Inggris akan menyiapkan rencana penanganan penyebaran Covid-19. “Perdana menteri pekan ini akan menetapkan rencana untuk mengelola Covid selama beberapa bulan mendatang. Dalam hal itu, kami akan memperjelas, program vaksin kami berfungsi,” katanya.

Sejauh ini, Inggris sudah mencatatkan 7,2 juta kasus Covid-19. Lebih dari 134 ribu warga di sana telah meninggal selama pandemi. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement