Ahad 12 Sep 2021 21:35 WIB

Israel Sebut Ada Perselisihan Ideologis dengan Palestina

Menteri Pertahanan Israel bertemu dengan presiden Palestina.

 Seorang pekerja Palestina melintasi bagian pagar pemisah Israel yang rusak, pulang ke rumah setelah seharian bekerja di Israel, di desa Jalameh, Tepi Barat, dekat Jenin, Senin, 6 September 2021. Israel melancarkan perburuan besar-besaran di negara itu. utara dan Tepi Barat yang diduduki Senin pagi setelah enam tahanan Palestina keluar dari sel mereka dan melarikan diri semalam dari fasilitas keamanan tinggi dalam pelarian yang sangat langka.
Foto: AP/Nasser Nasser
Seorang pekerja Palestina melintasi bagian pagar pemisah Israel yang rusak, pulang ke rumah setelah seharian bekerja di Israel, di desa Jalameh, Tepi Barat, dekat Jenin, Senin, 6 September 2021. Israel melancarkan perburuan besar-besaran di negara itu. utara dan Tepi Barat yang diduduki Senin pagi setelah enam tahanan Palestina keluar dari sel mereka dan melarikan diri semalam dari fasilitas keamanan tinggi dalam pelarian yang sangat langka.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz mengatakan ada perselisihan ideologis yang mendalam dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Hal itu disampaikan setelah Gantz bertemu Abbas pekan lalu.

Saat berbicara dalam konferensi kontraterorisme di kota pesisir Herzilya pada Ahad (12/9), Gantz mengungkapkan, meski ada perselisihan ideologis yang dalam dengan Otoritas Palestina, kedua belah pihak tetap tertarik pada perdamaian dan stabilitas. Gantz pun sempat menyinggung pertemuannya dengan Abbas pekan lalu.

Baca Juga

Dia mengatakan, Abbas mendukung penyelesaian politik dengan Israel dan menentang terorisme. “Koordinasi dengan Otoritas Palestina dan penguatan ekonomi Palestina puluhan kali lebih baik daripada memperkuat proksi Iran di perbatasan kami,” ujar Gantz tanpa memberikan keterangan lebih mendetail perihal maksud pernyataannya.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki mengatakan, pemerintahan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett tak memiliki agenda perdamaian berdasarkan solusi dua negara dengan Palestina. Menurut al-Maliki, prospek tersebut kian terkikis di bawah kepemimpinan Bennett.

“Bennett telah merusak segala kemungkinan negosiasi politik, dan telah menegaskan tekadnya melanjutkan permukiman, penyitaan, pembongkaran, pembunuhan berencana, serta pelanggaran hak-hak dasar rakyat Palestina, penghancuran ekonomi dan memperpanjang blokade Gaza,” kata Bennett sebelum menghadiri sesi reguler ke-156 Dewan Liga Negara-Negara Arab pada Kamis (9/9), dikutip laman kantor berita Palestina WAFA.

Al-Maliki menekankan perlunya masyarakat internasional menuntut pertanggungjawaban Istrael atas pendudukannya terhadap Palestina. Komunitas internasional juga perlu memberi keadilan dengan mendukung pembentukan negara Palestina di atas 22 persen tanah bersejarahnya, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Sementara, Bennett sempat menyatakan menolak bertemu Mahmoud Abbas. Hal itu karena pemerintahan Abbas telah membawa dan menuntut Israel di Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

"Sebagai seseorang yang berasal dari dunia bisnis, ketika seseorang menuntut saya, saya tidak terlalu baik kepadanya,” kata Bennett dalam sebuah acara virtual dengan para pemimpin Conference of Presidents of Major American Jewish Organisations, dikutip laman Middle East Monitor pada 4 September lalu.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement