REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz mengatakan negaranya berharap pembicaraan dengan Iran yang bertujuan membangun sikap saling percaya memberikan hasil nyata. Kedua negara bertetangga itu memperebutkan pengaruh di kawasan.
"Iran adalah negara tetangga, dan kami berharap pembicaraan awal kami dalam membangun kepercayaan dengan mereka akan mengarah pada hasil nyata," kata penguasa Arab Saudi dalam pidatonya di Majelis Umum PBB melalui tautan video seperti dikutip Anadolu Agency, Kamis (23/9).
Pada awal bulan Mei lalu, Presiden Irak Barham Salih mengumumkan negaranya akan menjadi tuan rumah putaran kedua perundingan antara Iran dan Arab Saudi. Sejak tahun 2016 lalu hubungan diplomatik dua negara Timur Tengah itu memburuk setelah Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran diserang tidak lama usai pihak berwenang Arab Saudi mengeksekusi ulama syiah Nimr al-Nimr.
Hubungan kedua negara itu semakin memburuk setelah pada September 2016 lalu, Iran menuduh Arab Saudi sengaja menyebabkan kematian 400 jemaah Haji Iran dalam peristiwa desak-desakan pada musim Haji 2015. Sejak saat ini kedua negara bersaing ketat dalam memperebutkan pengaruh di kawasan. Mereka saling tuding memicu perang proksi di Timur Tengah. Persaingan Iran-Arab Saudi tercermin di konflik Yaman di mana kedua negara mendukung pihak yang saling berseberangan.
Raja Salman juga berharap pembicaraan itu membuka jalan 'untuk membangun hubungan kerja sama berdasarkan sikap saling menghormati kedaulatan, tidak mencampuri urusan internal' masing-masing. Serta mencegah Iran 'mendukung segala bentuk kelompok dan milisi teroris.'
Ia mengindikasi kebijakan luar negeri Arab Saudi mendukung dialog dan solusi damai. Tapi ia menekankan negaranya 'mendukung upaya internasional yang bertujuan mencegah iran mengembangkan senjata nuklir.
Mengenai Yaman, Raja Salman mengatakan inisiatif damai yang mendorong gencatan senjata dan negosiasi yang disampaikan bulan Maret 'dapat mengakhiri konflik. "Menghemat nyawa dan mengakhiri penderitaan saudara-saudara rakyat Yaman," katanya.
Sejak pasukan pemberontak Houthi yang didukung Iran merebut Ibukota Sana'a pada 2014 lalu. Yaman dilanda kekerasan dan instabilitas.
Pada 2015, koalisi pertahanan yang dipimpin Arab Saudi mengintervensi Yaman. Kini Yaman mengalami krisis kemanusiaan terburuk yang diciptakan manusia. Lebih dari 30 juta orang atau sekitar 80 persen dari penduduknya membutuhkan bantuan dan perlindungan kemanusiaan.
Sementara mengenai isu Palestina, Raja Salman menekankan negara merdeka Palestina yang perbatasannya ditetapkan tahun 1967, Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.