REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Presiden Tunisia Kais Saied mengatakan ia akan memperkenalkan undang-undang pemilihan umum yang baru. Ia juga akan merancang undang-undang transisi sementara, di saat yang sama kebijakan darurat masih berlaku.
"Ketentuan transisi sudah ditetapkan dan perdana menteri akan ditunjuk dan akan ada ketentuan transisi yang menanggapi kehendak anda," kata Saied dalam pidatonya seperti dikutip Middle East Monitor, Kamis (23/9).
"Rancangan undang-undang pemilihan umum yang baru akan dibuat," tambahnya.
Saied bersikeras apa yang ia usulkan 'ada dalam inti konstitusi'. Ia menegaskan kritikusnya 'tidak bisa mengatakan' apa yang ia lakukan adalah kudeta.
"Bagaimana bisa ini adalah kudeta jika dilakukan melalui konstitusi dan tercantum dalam konstitusi," katanya.
Rakyat Tunisia sudah menunggu keputusan Saied mengenai pembekuan parlemen dan konstitusi yang saat ini berlaku selama berminggu-minggu. Rakyat berharap adanya reformasi politik yang melibatkan sistem pemerintahan.
Saat membekukan parlemen dan memecat perdana menteri bulan Juli lalu. Ia mengutip konstitusi yang mengatakan presiden memiliki hak memberlakukan 'kebijakan darurat' hanya bila ada 'bahaya nyata' pada negara.
Undang-undang transisi yang disebutkan Saied dalam pidatonya memungkinkan konstitusi yang berlaku saat ini dicabut. Partai-partai oposisi terutama Gerakan Ennahda menolak segala bentuk perubahan konstitusi 2014.
Sementara itu, Serikat Buruh Tunisia (UGTT) meminta dialog sebelum perubahan dilakukan. Saied tidak menyajikan sesuatu yang baru tapi ia berjanji akan mengungkapkan fakta dan tidak mengambil langkah mundur.
Ia mengatakan saat ini ia harus bertindak bijaksana. Saied menuduh oposisi-oposisi menabur perselisihan dalam unjuk rasa yang menentang kebijakan khususnya pada pekan lalu.