REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Lebih dari 350 ribu orang tewas dalam konflik lebih dari 10 tahun di Suriah. Hal itu dikatakan Michelle Bachelet, kepala hak asasi manusia PBB pada pekan lalu.
“Kami telah menyusun daftar 350.209 orang yang teridentifikasi tewas dalam konflik di Suriah antara Maret 2011 hingga Maret 2021,” kata Bachelet kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
Itu adalah pembaruan pertama informasi dari kantor hak asasi PBB tentang jumlah korban tewas dalam konflik Suriah sejak Agustus 2014, ketika jumlahnya hanya mencapai 191.369.
“Tapi itu bukan – dan tidak boleh dilihat sebagai – sejumlah pembunuhan terkait konflik di Suriah saja. Ini menunjukkan jumlah minimum yang dapat diverifikasi, dan tentu saja kurang dari jumlah pembunuhan yang sebenarnya,” kata Bachelet.
Satu dari setiap 13 korban adalah wanita - jumlah secara keseluruhan 26.727 – dan hampir satu dari setiap 13 korban adalah anak-anak – yakni total berjumlah 27.126 anak.
“Kita harus selalu mengangkat cerita para korban, baik secara individu maupun kolektif, karena ketidakadilan dan kebrutalan dari setiap kematian ini harus memaksa kita untuk bertindak,” kata dia.
Jumlah pembunuhan terbesar yang didokumentasikan, 51.731, terjadi di provinsi Aleppo, kata pejabat PBB itu. Dia mengulangi seruan pembentukan mekanisme independen, dengan mandat internasional yang kuat, untuk mengklarifikasi nasib dan keberadaan orang hilang; mengidentifikasi sisa-sisa manusia; serta memberikan dukungan kepada kerabat mereka.
Perang saudara Suriah dimulai pada 2011 dengan demonstrasi damai melawan Bashar al-Assad yang ditindas dengan kekuatan brutal oleh rezimnya. Menurut Badan Pengungsi PBB, sekitar 6,6 juta warga Suriah telah dipaksa meninggalkan negara itu selama satu dekade terakhir. Turki sendiri menampung sekitar 3,7 juta pengungsi Suriah – lebih banyak dari negara lain mana pun di dunia.