Rabu 29 Sep 2021 13:20 WIB

Warga AS Lebih Pilih Diplomasi Ketimbang Invasi Militer

42,3 persen warga percaya AS harus memangkas jumlah pasukan di luar negeri

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
 FILE - Dalam file foto 28 Januari 2012 ini, tentara AS, bagian dari Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO berpatroli di barat Kabul, Afghanistan. Ketika Amerika Serikat mengakhiri perang hampir 20 tahun di Afghanistan dan ketika Taliban merebut kembali sebagian besar negara itu, orang Amerika bertanya apakah perang terpanjang dalam sejarah mereka sepadan dengan biayanya.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Mayoritas orang Amerika menginginkan pemerintah AS lebih banyak melakukan diplomasi dan pluralitas, ketimbang menempatkan pasukan di luar negeri. Data itu muncul dalam survei oleh Yayasan Grup Eurasia nirlaba nonpartisan dan dilakukan pada 27 Agustus-1 September 2021.

Berdasarkan laporan tersebut ditemukan bahwa 58,3 persen menyatakan AS harus lebih banyak terlibat dalam negosiasi tentang isu-isu seperti perubahan iklim, hak asasi manusia, dan migrasi. Selain itu, 21,6 persen menyatakan, AS harus mengurangi keterlibatan, dan 20,1 persen tidak memiliki pendapat.

Baca Juga

Dari 2.168 orang yang disurvei, 42,3 persen percaya AS harus memangkas jumlah pasukan di Eropa, Asia, dan Timur Tengah. Mereka juga menyatakan bahwa AS harus mengurangi komitmennya untuk membela negara-negara di Eropa, Asia, dan Timur Tengah, serta secara bertahap mengalihkan tanggung jawab keamanan regional kepada sekutu.

Jajak pendapat, yang ditinjau Reuters menemukan 32,2 persen menyatakan, AS harus mempertahankan atau meningkatkan pasukannya di luar negeri. Sementara 25,5 persen tidak memiliki pendapat.

Rekan senior Eurasia Group Foundation, Mark Hannah, mengatakan, jumlah orang Amerika yang percaya kebijakan luar negeri AS harus lebih peduli tentang membangun demokrasi di dalam negeri daripada di luar negeri meningkat secara substansial selama dua tahun terakhir. Hannah mengatakan, pihaknya melakukan survei ketika pasukan AS meninggalkan Afghanistan.

“Kami mengumpulkan data pada periode waktu ketika AS dievakuasi dari Afghanistan. Kegagalan pembangunan bangsa dan promosi demokrasi melalui cara militer sangat spektakuler dan cukup mencolok. Itu mungkin menjelaskan peningkatan ini dan keinginan untuk melakukan promosi demokrasi di dalam negeri," ujar Hannah.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement