REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken telah melakukan pembicaraan dengan Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok pada Selasa (26/10) malam. Hal itu terjadi setelah Hamdok dibebaskan militer.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengungkapkan Blinken menyambut baik pembebasan Hamdok. Blinken menyerukan militer Sudan untuk membebaskan semua pemimpin sipil dari tahanan.
"Dia (Blinken) juga menyatakan keprihatinannya yang mendalam tentang pengambilalihan militer yang sedang berlangsung dan mengulangi keharusan bagi pasukan militer untuk menahan diri serta menghindari kekerasan dalam menanggapi demonstran," kata Price dikutip laman Anadolu Agency.
AS menekankan dukungan pada proses transisi kekuasaan yang dipimpin sipil menuju demokrasi. Hal itu telah tercantum dalam 2019 Constitutional Declaration and the 2020 Juba Peace Agreement.
Pada Senin (25/10), militer Sudan melakukan kudeta dan menangkap Hamdok serta beberapa menteri di pemerintahannya. Pemimpin militer Sudan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan kemudian mengumumkan keadaan darurat. Dia pun membubarkan dewan kedaulatan transisi serta pemerintahan Hamdok. Tak hanya itu, al-Burhan menangguhkan beberapa ketentuan dokumen konstitusional yang menguraikan transisi politik di negara tersebut.
Sebelum kudeta, Sudan dikelola dewan berdaulat yang terdiri dari perwakilan militer dan sipil. Mereka bertugas mengawasi periode transisi hingga penyelenggaraan pemilu pada 2023 mendatang.
Pada April 2019, militer Sudan melancarkan kudeta terhadap pemerintahan mantan perdana menteri Omar al-Bashir. Dia dilengserkan setelah memerintah selama 30 tahun. Rakyat Sudan bersuka cita menyambut jatuhnya Al-Bashir. Saat ini dia mendekam di penjara di Khartoum.
Setelah dilengserkan, rakyat menuntut agar pemerintahan transisi dibersihkan dari unsur-unsur Al-Bashir. Setelah itu, Sudan dijalankan oleh pemerintahan transisi gabungan sipil-militer.