Jumat 29 Oct 2021 04:48 WIB

Wanita Afghanistan Belajar Diam-Diam Lewat Internet

Zainab Muhammadi bertekad untuk belajar, meski ada pembatasan dari Taliban.

Rep: Rizky Jaramaya/Dwina/ Red: Teguh Firmansyah
Mahasiswa Afghanistan terlihat di Universitas Mirwais Neeka di Kandahar, Afghanistan, 20 September 2021. Taliban secara resmi mengumumkan pada 12 September pemisahan mahasiswa pria dan wanita di semua universitas negeri dan swasta di negara itu. Institusi pendidikan diharuskan memiliki gedung terpisah untuk siswa laki-laki dan perempuan, jika tidak ada, mereka akan menghadiri kelas di gedung yang sama tetapi pada waktu yang berbeda.
Foto:

Kegagalan untuk mengizinkan anak perempuan mengenyam pendidikan telah menanggung biaya besar, termasuk kemiskinan, pernikahan anak, melahirkan anak dini, dan kurangnya pemahaman tentang hak dan kemampuan mereka untuk mengakses layanan dasar.

"Pendidikan memungkinkan mereka untuk menjaga kesehatan, memiliki suara yang lebih kuat dalam keluarga, mencegah kekerasan dalam rumah tangga  dan menjadi pencari nafkah. Kami tidak ingin menunggu. Kami ingin melanjutkan misi kami," ujar Forough.

Pakar digital khawatir bahwa kepemimpinan Taliban saat ini tidak dapat mempertahankan pasokan energi, jaringan komunikasi, dan infrastruktur teknologi karena kekurangan anggaran. Konsultan IT yang berbasis di Kabul, Mustafa Soltany, mengatakan, Taliban mungkin mulai mengintai dan menyensor komunikasi. Soltany mengatakan, tentara Taliban telah menggeledah ponsel orang-orang di pos pemeriksaan.

“Taliban kemungkinan besar akan memberlakukan pembatasan ketat, pemantauan, dan bahkan mata-mata di arena digital di mana mereka dapat memburu para pembangkang, serta kritikus,” kata Soltany.

Pendiri kelompok nirlaba LEARN, Pashtana Zalmai Khan Durrani, mengatakan, dia tidak khawatir jika suatu hari nanti Taliban memberlakukan pembatasan komunikasi dan jaringan internet. Dia bekerja dengan perusahaan keuangan dan teknologi Amerika Serikat (AS) untuk meluncurkan internet satelit, agar menghindari pembatasan Taliban.

LEARN adalah kelompok nirlaba yang telah mendaftarkan sekitar 100 anak perempuan di sekolah bawah tanah. Mereka belajar tentang sains, teknologi, teknik dan matematika (STEM) secara daring melalui tablet.

"Saya memiliki basis tertutup. Mereka tidak dapat melakukan apa-apa bahkan jika mereka mencoba untuk memotong akses internet. Kami akan melakukan hal kami sendiri," ujar Durrani, yang bersembunyi di lokasi yang dirahasiakan dari Taliban.

Seperti beberapa siswa di LEARN, Muhammadi dan teman-teman sekelasnya di CTI, telah bekerja dari jarak jauh dengan perusahaan teknologi global dalam pengembangan aplikasi dan desain grafis. Hal ini memungkinkan mereka untuk mendapatkan bayaran hingga 500 ribu dolar AS per bulan. Uang tersebut dapat memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Ini adalah suatu prestasi yang tidak pernah terpikirkan selama pemerintahan Taliban pada periode sebelumnya.

Baca juga : Inggris : Ancaman Prancis akan Menemui Respons Cepat

 “Selalu dikatakan bahwa perempuan Afghanistan lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi saya ingin membuktikan bahwa kami kuat. Saya ingin terus belajar dan menginspirasi lebih banyak siswa, dan dikenal sebagai salah satu pembuat kode terbaik di dunia," ujar Muhammadi.

Menteri Pendidikan di bawah kepemimpinan Taliban, Abdul Baqi Haqqani, bulan lalu mengatakan,  perempuan akan diizinkan untuk belajar di universitas. Tetapi ruang kelas mereka akan dipisahkan berdasarkan gender. Selain itu, setiap kelas perempuan wajib diampu oleh tenaga pengajar perempuan.

Namun, jika pemisahan ruang kelas tidak memungkinkan, Haqqani mengindikasikan bahwa pengajaran dapat dilakukan melalui streaming atau televisi sirkuit tertutup. Beberapa universitas swasta di Afghanistan telah dibuka kembali, sedangkan universitas negeri tetap ditutup.

Seorang mahasiswa psikologi, Aisa berharap dapat menggunakan gelarnya untuk membantu kesehatan mental anak muda Afghanistan. Aisa akan memulai kuliah di bidang ilmu kesehatan di University of the People, yaitu sebuah organisasi berbasis di AS yang menyediakan kursus online untuk siswa di seluruh dunia yang menghadapi hambatan untuk mengenyam pendidikan tinggi. Universitas menawarkan 1.000 beasiswa kepada wanita Afghanistan yang tidak bisa lagi mengakses pendidikan.

“Tanpa beasiswa ini saya tidak punya kesempatan, dan masa depan saya hancur.  Ini kesempatan terakhir saya untuk mendapatkan gelar. Lebih aman bagi wanita sepertiku untuk belajar di bawah tanah," kata Aisa, yang namanya diubah untuk melindungi identitasnya.

University of the People mengatakan, mahasiswa hanya membutuhkan smartphone atau tablet untuk mengambil salah satu dari empat program yaitu bisnis, pendidikan, ilmu komputer, dan ilmu kesehatan. “Para wanita ini tidak memiliki alternatif selain pendidikan secara daring. Sebagian besar tidak bisa keluar negeri. Kami mencoba memberi mereka harapan,” kata Presiden University of the People, Shai Reshef.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement