Selasa 02 Nov 2021 15:05 WIB

Biden Minta Maaf karena AS Keluar dari Iklim Paris

Presiden Trump memutuskan AS keluar dari perjanjian iklim Paris pada Juni 2017.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden AS Joe Biden.
Foto: AP/Evan Vucci
Presiden AS Joe Biden.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden meminta maaf kepada masyarakat internasional pada Senin (1/11), atas keputusan pendahulunya yang  secara sepihak menarik AS dari perjanjian iklim Paris 2015. Mantan Presiden Donald Trump memutuskan untuk keluar dari perjanjian iklim Paris pada Juni 2017.

 “Saya kira saya seharusnya tidak meminta maaf, tetapi saya meminta maaf atas fakta bahwa Amerika Serikat, menarik diri dari kesepakatan Paris dan membuat kami sedikit tertinggal," kata Biden, dilansir Anadolu Agency, Selasa (2/11).

Baca Juga

Biden telah berjanji untuk mengembalikan partisipasi AS dalam perjanjian iklim Paris. Ia sebelumnya mengatakan kepada para pemimpin dunia bahwa, mereka harus bersatu dalam menangani perubahan iklim global. Para ilmuwan memperingatkan, kegagalan untuk menjaga suhu bumi di bawah 1,5 derajat celcius dapat memiliki efek bencana di seluruh dunia.

"Glasgow harus menjadi awal dari ambisi dan inovasi satu dekade untuk melestarikan masa depan kita bersama. Perubahan iklim sudah melanda dunia," kata Biden saat Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2021, yang dikenal sebagai COP26.

Pada Maret 2019, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) merilis laporan tentang kondisi bumi. Saat itu, WMO menyebut selama empat tahun terakhir bumi mengalami rekor terpanas. Suhu musim dingin di Kutub Utara meningkat tiga derajat celcius sejak 1990.

Menurut WMO, pada 2018, kenaikan rata-rata permukaan laut global mencapai 3,7 milimeter. Hal itu melampaui kenaikan tahunan rata-rata selama tiga dekade terakhir. Selain itu WMO menyebut konsentrasi karbondioksida di atmosfer berada pada level tertinggi dan terus meningkat.

WMO menilai bahwa fenomena tersebut tak bisa dianggap sepele. Sebab kondisi itu dapat memicu terjadinya banjir besar, kekeringan, kekurangan pangan, dan kebakaran hutan pada 2040 jika tindakan tepat sasaran tak segera diambil.Upaya komunitas internasional untuk menangani perubahan iklim sebenarnya telah dilakukan sejak era 1990-an yakni ketika negara-negara meratifikasi Protokol Kyoto.

Ini adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC).Protokol Kyoto diadopsi di Kyoto, Jepang pada 11 Desember 1997 dan mulai berlaku pada Februari 2005. Negara-negara yang meratifikasi protokol tersebut berkomitmen untuk mengurangi emisi atau pengeluaran gas rumah kaca serta karbon dioksida.

Protokol Kyoto menempatkan beban yang lebih berat kepada negara-negara maju di bawah prinsip common but differentiated responsibilities. Menyadari bahwa negara-negara maju memiliki tanggung jawab lebih besar karena kegiatan industri mereka telah mengakibatkan naiknya emisi gas rumah kaca di atmosfer.

Kemudian pada Konferensi Perubahan Iklim PBB 2015 di Paris, Prancis, diadopsi Perjanjian Paris atau Paris Agreement. Tujuan dari Perjanjian Paris serupa dengan Protokol Kyoto yakni menuntut berbagai negara, khususnya negara maju, untuk menekan emisi gas karbondioksida guna tetap menjaga suhu bumi di bawah 2 derajat Celcius.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement