REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Bangkai ternak adalah pengingat bahwa kekeringan telah turun lagi di Kenya utara. Peristiwa ini merupakan rangkaian terbaru dalam guncangan iklim yang melanda Tanduk Afrika. Para penggembala menyaksikan hewan kesayangan menderita kekurangan air dan makanan.
Pemerintah Kenya telah mengumumkan bencana nasional di 10 dari 47 kabupatennya. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan lebih dari 2 juta orang sangat rawan pangan.
Orang-orang Kenya berjalan lebih jauh untuk mencari makanan dan air. Para pengamat memperingatkan bahwa ketegangan di antara masyarakat dapat meningkat.
Ketua Konservasi Margasatwa Subuli, Mohamed Sharmarke, menyatakan satwa liar juga mulai mati. "Panas di tanah memberi tahu Anda tanda kelaparan yang kita hadapi," katanya.
Para ahli memperingatkan bahwa guncangan iklim seperti itu akan menjadi lebih umum di seluruh Afrika. Afrika adalah wilayah yang berkontribusi paling sedikit terhadap pemanasan global, tetapi akan paling menderita karenanya. Benua ini hanya bertanggung jawab atas 4 persen emisi global.
"Kami tidak memiliki planet cadangan tempat kami akan mencari perlindungan setelah kami berhasil menghancurkan planet ini," kata direktur eksekutif Otoritas Pembangunan Antarpemerintah Afrika Timur, Workneh Gebeyehu, bulan lalu saat membuka pusat peringatan dini iklim regional di Ibukota Kenya, Nairobi.
Presiden Kenya Uhuru Kenyatta setuju dengan kondisi yang harus dialami Afrika. "Afrika, sementara saat ini bertanggung jawab atas jumlah total emisi gas rumah kaca global yang dapat diabaikan, berada di bawah ancaman signifikan dari perubahan iklim," katanya pada pembukaan pusat tersebut.