Kamis 11 Nov 2021 13:48 WIB

Tentara 'Hantu' Afghansitan, Cuan untuk Jenderal Korup

Para pejabat yang korup dilaporkan juga menerima pembayaran dari Taliban.

Rep: Dwina Agustin/Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Tentara Afghanistan berjaga di Kabul, Afghanistan.
Foto:

Menteri yang mengundurkan diri dan meninggalkan Afghanistan saat Taliban masuk menguasai Kabul itu mengatakan, jumlah penyelewengan ini mungkin telah meningkat lebih dari enam kali.  "Pengunduran diri [dan] martir yang tidak pernah diperhitungkan karena beberapa komandan akan menyimpan kartu bank  dan menarik gaji mereka" ujarnya.

Ironisnya, kata Payanda, pasukan yang ada justru sering tidak dibayar tepat waktu. Sementara ada pemimpin milisi yang didukung pemerintah mengambil gaji dan kemudian menerima pembayaran dari Taliban untuk menyerah tanpa bertarung. "Seluruh perasaan itu, kita tidak bisa mengubah ini. Beginilah cara kerja parlemen, beginilah cara kerja gubernur. Semua orang akan mengatakan arus keruh dari atas, artinya yang paling atas terlibat dalam hal ini," kata Payenda.

Sebuah laporan 2016 oleh Inspektur Jenderal Khusus Amerika Serikat untuk Rekonstruksi Afghanistan (Sigar) mengklaim bahwa Amerika Serikat (AS) maupun sekutu Afghanistannya tidak tahu berapa banyak tentara dan polisi Afghanistan yang benar-benar ada.  "Berapa banyak yang sebenarnya tersedia untuk bertugas, atau dengan perluasan, sifat sebenarnya dari kemampuan operasional mereka," ujar laporan itu.

Dalam laporan yang lebih baru, Sigar menyatakan keprihatinan serius tentang efek korosif korupsi dan akurasi data yang dipertanyakan tentang kekuatan sebenarnya.

Pada 2020, SIGAR melaporkan bahwa di provinsi selatan yang menjadi daerah sentimen pro-Taliban, sekitar 50 persen hingga 70 persen polisi yang berjaga di wilayah tersebut adalah 'polisi siluman'. Mereka tidak ada di wilayah yang dimaksud untuk meningkatkan penjagaan.  Laporan itu juga menemukan bahwa setengah dari mereka menggunakan narkoba.

“Untuk waktu yang lama, orang-orang di AS dan misi penasehat NATO telah mengetahui bahwa polisi Afghanistan terkenal korup,” kata analis senior untuk Afghanistan di International Crisis Group, Andrew Watkins, dilansir Los Angeles Times, Senin (16/8).

Watkins menambahkan, meskipun sistem penggajian baru telah memperbaiki situasi, para komandan sekarang mengurangi gaji bawahan mereka. “Apa pun solusi yang ada untuk korupsi, korupsi telah menemukan jalan,” kata Watkins.

Hukum Islam

Sementera itu, Kepemimpinan Taliban pada Rabu (10/11) mengumumkan pembentukan pengadilan militer untuk menegakkan hukum Islam di Afghanistan. Pengadilan dibentuk atas perintah pemimpin tertinggi Taliban, Hebatullah Akhundzada.

Juru bicara Taliban, Enamullah Samangani, mengatakan, pengadilan militer tersebut bertujuan untuk menegakkan hukum syariah Islam, dan reformasi sosial. Obaidullah Nezami telah ditunjuk sebagai ketua pengadilan. Sementara Seyed Aghaz dan Zahed Akhundzadeh ditunjuk sebagai wakilnya.

Dilansir Anadolu Agency, Kamis (11/11), menurut Samangani, pengadilan militer memiliki wewenang untuk menafsirkan keputusan Syariah, serta mengeluarkan keputusan yang relevan dengan hukum perdata Islam dan yurisprudensi dalam kasus tingkat tinggi. Pengadilan juga mendaftarkan pengaduan, tuntutan hukum, dan petisi terhadap pejabat Taliban, termasuk anggota polisi, pasukan tentara, dan unit intelijen.

Sejak Taliban berkuasa, belum ada sistem hukum yang mengikat. Direktorat Tinggi Intelijen mengatakan, tingkat kejahatan telah menurun. Sebanyak 82 penculik dan puluhan pencuri berhasil ditangkap, sejak Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus.

 Sebelumnya, Penjabat Perdana Menteri Afghanistan, Hassan Akhund, mengarahkan para pejabat untuk menyelidiki kasus penangkapan dan penyiksaan terhadap Allah Gul Mujahid. Dia merupakan seorang mantan anggota Wolesi Jirga atau majelis rendah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement