REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - China kembali membantah tudingan genosida terhadap minoritas Muslim Uighur di Xinjiang. Kedutaan Besar China di Jakarta mengadakan konferensi virtual mengenai Xinjiang bertema "Xinjiang Tempat yang Indah" untuk membantah berbagai tuduhan termasuk pelanggaran hak asasi manusia.
"Segelintir negara Barat telah merekayasa kebohongan terkait Xinjiang dengan tujuan menyesatkan masyarakat internasional dan menghambat kemajuan China," ujar Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian dalam Acara Presentasi Virtual Soal Xinjiang, Kamis (18/11).
Qian mengatakan Xinjiang adalah daerah otonom etnik minoritas di China yang sepanjang sejarahnya telah menjadi daerah etnis di mana rakyatnya hidup bersama dengan budaya dan agama yang berdampingan. Ia mengeklaim dalam beberapa dekade terakhir Xinjiang telah mewujudkan pencapaian besar dalam pembangunan ekonomi dan sosial.
Qian menjelaskan telah terjadi perkembangan pesat pada program-program pemerintah lokal di bidang etnis, agama, dan kebudayaan di Xinjiang. Namun pada saat bersamaan, Xinjiang juga mengalami penderitaan mendalam akibat separatisme, ekstremisme, kekerasan, dan terorisme.
Xinjiang pun mengadopsi tindakan keras berdasar hukum untuk mencegah dan memberantas terorisme dan ekstremisme. Hal ini dilakukan demi semaksimal mungkin melindungi hak-hak asasi segenap rakyatnya dari gangguan terorisme dan ekstremisme.
"Berbagai masalah terkait Xinjiang pada dasarnya adalah masalah anti-separatisme, anti-kekerasan, anti-terorisme, dan deradikalisasi, sama sekali bukan masalah HAM, etnik, ataupun agama," tegas Qian.
Dalam tuduhannya kepada Barat, China menganggap Barat khawatir akan kepentingan mereka sendiri. Menurutnya dalam beberapa ratus tahun terakhir negara-negara Barat telah menggunakan keunggulan ekonomi dan teknologi mereka untuk menjarah dan menjajah banyak negara berkembang dalam jangka panjang.
Menurut Qian, Barat menggunakan 'kedok' seperti hak asasi manusia, demokrasi, dan lainnya untuk menghambat kemajuan negara-negara berkembang. "Sebagai sesama negara berkembang, China dan Indonesia sama-sama memiliki sejarah pahit penjajahan dan penjarahan di bawah kolonialisme Barat," katanya.