REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kabar cukup menggemparkan datang dari adanya krisis utang yang melanda Evergrande, salah satu perusahaan properti raksasa dari Tiongkok. Perusahaan tersebut memiliki total liabilitas sekitar 305 miliar dolar Amerika Serikat. Krisis ini dikhawatirkan dapat meruntuhkan stabilitas keuangan Tiongkok maupun global.
"Lalu bagaimanakah dampak dari kondisi krisis Evergrande dan kerawanan industri properti di Tiongkok terhadap Indonesia? Salah satu kekhawatiran dari efek Evergrande adalah kenaikan cost of fund atau biaya dana dimana jika biaya dana tinggi, maka pengembang Tiongkok yang ada di Indonesia akan otomatis tertekan. Hal ini menyebabkan developer Tiongkok tidak bisa lagi mencari pendanaan di Indonesia akibat biaya dana yang tinggi, sehingga pasar real estate di Indonesia akan sulit bekerja sama dengan pengembang Tiongkok," papar CEO/Managing Partner Grant Thornton Indonesia Johanna Gani di Jakarta, Senin (22/11).
Ia mengatakan, potensi imbas ke Tanah Air juga dapat dilihat dari dua sisi yaitu ekspor dan hutang. Krisis likuiditas Evergrande bisa berdampak pada penurunan kepada sektor ekspor yang berorientasi dengan material properti seperti besi baja, keramik, bahan tambang sampai kayu yang masuk dalam rantai pasok industri properti di Tiongkok akan mengalami penurunan imbas krisis Evergrande.
Ia menjelaskan, jika Evergrande gagal melakukan pembayaran, hal ini akan berdampa pada bursa saham Indonesia, yang mana investor asing akan menyesuaikan kembali portfolio kepemilikan sahamnya di bursa efek Indonesia.
"Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mewaspadai permasalahan in terhadap kegiatan ekspor Indonesia ke Tiongkok," kata dia.
Tiongkok merupakan tujuan ekspor barang dari Indonesia yang cukup berpengaruh. Kenaikan ekspor terutama komoditas sangat dipengaruhi oleh pemulihan ekonomi global yang dipengaruhi oleh Tiongkok, Eropa, dan Amerika. Ke depannya, pemerintah Indonesia akan terus mengawasi krisis gagal bayar ini seiring dengan tetap menjaga pemulihan ekonomi domestik.
“Tidak dapat dimungkiri isu Evergrande dapat memberikan pengaruh yang berhubungan erat dengan masuknya jumlah investasi asing ke Indonesia. Namun, kita harus melihat bahwa investasi properti di Indonesia masih didominasi oleh investor lokal yang sangat memperhatikan pergerakan pasar dalam negeri, sehingga properti di sini lebih dipengaruhi oleh iklim investasi dan pergerakan perekonomian di Indonesia," kata dia.
“Selain itu kita juga harus optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi akan naik di 2022. Terlebih program pembangunan infrastruktur dari pemerintah ikut mendorong sektor properti untuk tumbuh dan berkontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional," kata dia.
Ia menjelaskan, hal itu terlihat dari data dari Bank Indonesia yang mencatat kredit kepemilikan rumah (KPR) yang tumbuh 8,7% per September 2021. Evergrande tidak berdampak negatif terhadap sektor properti di Indonesia secara keseluruhan.
"Memang ada pengaruhnya terhadap kondisi pasar keuangan, terutama pada surat berharga negara (SBN) dan pasar saham tanah air namun saat ini sudah kembali pulih," kata Johanna.