REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Aksi unjuk rasa terhadap hasil pemilihan umum Oktober lalu berlanjut pada Jumat (26/11) waktu setempat. Para demonstran memekikan slogan-slogan menentang Perdana Menteri Mustafa al-Kadhimi.
Seperti dilansir laman Anadolu Agency, Sabtu (27/11), ratusan demonstran yang berafiliasi dengan koalisi Fatah, aliansi multipartai Hashd al-Shaabi, mantan pasukan paramiliter pro-Iran, mencoba memasuki Zona Hijau. Kawasan itu menampung gedung-gedung pemerintah dan misi asing.
Menurut hasil pemilu, sebuah blok yang dipimpin oleh pemimpin Syiah Moqtada al-Sadr muncul sebagai salah satu pemenang terbesar. Mereka mengamankan 73 kursi di parlemen yang beranggotakan 329 orang.
Sementara itu, faksi-faksi pro-Iran melihat kursi mereka berkurang dari 47 dalam pemilihan 2018 menjadi sekitar 20. Pada November, protes dimulai terhadap hasil pemilu parlemen yang memicu bentrokan antara pasukan keamanan dan para pengunjuk rasa.
Sebuah gerakan protes yang belum pernah terjadi sebelumnya pecah dua tahun lalu. Aksi itu menentang kelas politik yang menjalankan negara kaya minyak tetapi dilanda kemiskinan di mana pengangguran kaum muda melonjak.
Pemilihan nasional diajukan sebagai konsesi bagi para pengunjuk rasa yang juga mengeluh bahwa Irak terikat pada Iran. Faksi Hashd telah menghadapi tuduhan menargetkan aktivis.