REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Pengadilan di Myanmar pada Selasa (30/11) menunda putusan dalam persidangan pemimpin yang digulingkan junta militer, Aung San Suu Kyi untuk memungkinkan kesaksian dari saksi tambahan. Pengadilan setuju dengan mosi pembelaan yang mengizinkan seorang dokter yang sebelumnya tidak dapat datang ke pengadilan untuk menambahkan kesaksiannya.
Vonis itu akan menjadi yang pertama bagi Suu Kyi sejak tentara merebut kekuasaan pada 1 Februari. Militer menangkap Suu Kyi, dan menghadapi persidangan atas sejumlah tuduhan lain, termasuk korupsi.
Rencananya, pengadilan akan memberikan putusan atas tuduhan penghasutan dan melanggar pembatasan virus Corona. Hakim menunda persidangan hingga 6 Desember, saat politisi Zaw Myint Maung, dijadwalkan untuk bersaksi. Sejauh ini tidak diketahui kapan putusan akan dikeluarkan.
Para kritikus menilai, tuduhan terhadap Suu Kyi adalah palsu dengan tujuan untuk mendiskreditkan dan mencegahnya mencalonkan diri dalam pemilihan berikutnya. Konstitusi melarang siapa pun yang dijatuhi hukuman penjara untuk memegang jabatan tinggi atau menjadi anggota parlemen.
Partai Suu Kyi menang telak dalam pemilihan umum November lalu. Sementara militer kehilangan banyak kursi. Militer mengklaim ada kecurangan pemungutan suara besar-besaran, tetapi pemantau pemilu independen tidak mendeteksi adanya penyimpangan besar. Meski telah ditangkap, Suu Kyi tetap populer dan menjadi simbol perjuangan melawan kekuasaan militer.
Sejak ditahan, Suu Kyi belum terlihat di depan umum. Dia muncul di pengadilan dalam beberapa persidangannya, yang tertutup untuk media dan publik. Pada Oktober, pengacara Suu Kyi, yang menjadi satu-satunya sumber informasi tentang proses hukum, menerima perintah pembungkaman yang melarang mereka untuk memberikan informasi.