REPUBLIKA.CO.ID, BELARUS -- Belarus mengancam akan membalas sanksi Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya. Barat sebelumnya telah menjatuhkan sanksi terhadap puluhan individu dan entitas di negaranya. Sanksi-sanksi baru itu bertujuan menekan pemimpin Belarus Alexander Lukashenko, yang dituduh oleh pemerintah negara-negara Barat mencurangi pemilihan presiden.
Lukashenko juga dituding memerintahkan penumpasan besar-besaran terhadap oposisi dan mendorong para migran Timur Tengah ke perbatasan dengan Polandia.Dia menyangkal tuduhan-tuduhanitu.
"Kami telah berulang kali mengatakan bahwa semua langkah anti-Belarus yang tidak bersahabat akan dibalas dengan tanggapan yang tepat. Termasuk putaran baru sanksi-sanksi itu," kata Kementerian Luar Negeri Belarus dalam sebuah pernyataan, Jumat.
Kemlu juga mengajak negara-negara Barat untuk berdialog."Ekonomi kami berada di bawah tekanan eksternal pada skala dan kedalaman yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Lukashenko seperti dikutip kantor berita Belarus, Belta.
Lukashenko mengatakan Belarus telah berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Ekonomi mengalami kontraksi sebesar 0,9 persen tahun lalu, dan Bank Dunia memperkirakannya akan tumbuh sebesar 1,2 persen pada 2021.
Menurut Lukashenko, otoritas Belarus perlu memastikan bahwa inflasi turun menjadi enam persen pada 2022 dari sebelumnya 10,5 persen pada 1 November. "Kami berencana memiliki inflasi satu digit pada enam persen pada 2022," katanya.
Saham produsen kalium global naik pada Kamis (2/12) setelah sanksi dijatuhkan terhadap Belarus Potash Company (BPC), yang merupakan cabang pengekspor produsen kalium negara Belarus, Belaruskali, dan penghasil mata uang asing utama bagi pemerintah negara itu. Setelah sanksi dijatuhkan, BPC mengatakan pada Jumat bahwa pihaknya akan bekerja sesuai hukum yang ada, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut.