REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Rusia dilaporkan berencana melancarkan serangan ke Ukraina paling cepat pada awal tahun depan. Laporan itu muncul ketika Ukraina mengatakan Moskow telah mengerahkan lebih dari 90 ribu pasukannya ke perbatasan.
The Washington Post, dalam laporannya yang mengutip beberapa pejabat AS dan dokumen intelijen menyebut, serangan Rusia bisa menjadi serangan multi-fron. Setidaknya 175 ribu tentara bakal terlibat. “Rencana itu melibatkan pergerakan ekstensi 100 kelompok taktis batalion dengan perkiraan 175 ribu personel, bersama dengan kendaraan lapis baja, artileri, dan perlatan,” kata seorang pejabat AS yang dikutip Washington Post, Jumat (3/12).
Dokumen intelijen yang diperoleh Washington Post menunjukkan, Rusia mengumpulkan pasukan di empat lokasi. Menurut dokumen itu, yang dilengkapi foto satelit, Moskow sudah mengerahkan 50 kelompok taktis medan perang dan tank serta artileri. Rusia belum secara resmi mengonfirmasi laporan atau informasi yang dipublikasikan Washington Post.
Saat ini Rusia dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) tengah terlibat ketegangan di Ukraina. Menurut penasihat presiden Rusia untuk urusan luar negeri Yury Ushakov, situasi di Ukraina akan menjadi salah satu fokus pembahasan dalam pertemuan bilateral virtual Presiden Rusia Vladimir Putin dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang dijadwalkan dihelat beberapa hari mendatang.
Putin, kata Ushakov, berencana memberi tahu Biden tentang proposal jaminan keamanan yang akan menghentikan ekspansi militer NATO ke arah timur. Moskow pun menginginkan NATO menyetop penyebaran senjata di negara-negara tetangga Rusia, termasuk Ukraina. “Mengingat situasi tegang, sekarang ada kebutuhan mendesak untuk memberi kami jaminan yang sesuai. Itu tidak bisa terus seperti ini,” ujar Ushakov.
Ushakov membantah tudingan NATO, AS, dan Ukraina bahwa Rusia mengambil langkah-langkah agresif di sepanjang perbatasannya dengan Kiev. “Itu omong kosong, tidak ada eskalasi. Kami memiliki hak untuk bergerak di sekitar pasukan di wilayah kami sendiri, sama sekali tidak ada eskalasi (oleh Rusia),” ucapnya.
NATO telah menjamin dukungan penuh pada Ukraina untuk menghadapi potensi serangan Rusia. Hubungan Ukraina dengan Rusia telah memanas sejak 2014, yakni ketika massa antipemerintah berhasil melengserkan mantan presiden Ukraina yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych. Kerusuhan pun terjadi karena terdapat pula kelompok separatis pro-Rusia di sana. Belakangan kelompok pro-Rusia itu terlibat konfrontasi bersenjata dengan tentara Ukraina, terutama di Donbass. Pada 2015, Rusia dan Ukraina, bersama Prancis serta Jerman, menyepakati Minsk Agreements.
Salah satu poin dalam perjanjian itu adalah dilaksanakannya gencatan senjata total di wilayah timur Ukraina. Namun Moskow dianggap tak mematuhi dan memenuhi sepenuhnya perjanjian tersebut. Hal itu menyebabkan Rusia dijatuhi sanksi ekonomi oleh Uni Eropa.