REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara sekutu telah meminta Taliban untuk mengakhiri pembunuhan yang ditargetkan terhadap mantan anggota pasukan keamanan Afghanistan. Dalam pernyataan bersama, 22 negara menuntut agar kelompok itu menghormati janjinya untuk tidak menyakiti mantan pejabat pemerintah atau keamanan.
"Kami sangat prihatin dengan laporan pembunuhan dan penghilangan paksa," kata pernyataan itu dikutip dari BBC, Ahad (5/12).
Desakan tersebut muncul mengikuti laporan yang memberatkan tentang pembunuhan dan penculikan oleh Taliban. Human Rights Watch awal pekan ini merilis laporan yang mendokumentasikan lebih dari 100 eksekusi dan penculikan mantan pejabat pemerintah Afghanistan sejak Taliban menguasai negara itu hampir empat bulan lalu.
Laporan itu juga mendokumentasikan pembunuhan 47 anggota pasukan keamanan Afghanistan yang menyerah kepada atau ditangkap oleh Taliban antara 15 Agustus dan 31 Oktober. Ini terlepas dari jaminan rezim bahwa pegawai pemerintah sebelumnya tidak akan dirugikan.
Pernyataan singkat bersama tersebut dikeluarkan oleh AS dan ditandatangani oleh Inggris, Uni Eropa, dan 19 negara lainnya. Sikap ini menguraikan keprihatinan mendalam atas temuan laporan tersebut.
Mereka meminta semua kasus pembunuhan di luar proses hukum dan penghilangan paksa untuk diselidiki sepenuhnya. "Kami akan terus mengukur Taliban dengan tindakan mereka," bunyi pernyataan itu menyimpulkan.
Ada banyak contoh tindakan Taliban yang bertentangan dengan yang telah mereka janjikan. Laporan kemanusiaan sebelumnya juga mengungkapkan pembunuhan yang ditargetkan.
Pada Agustus sebuah laporan yang diterbitkan oleh Amnesty International menemukan 300 pejuang Taliban melakukan perjalanan ke daerah dekat Desa Dahani Qul pada 30 Agustus. Wilayah ini menjadi tempat mantan tentara pemerintah tinggal bersama keluarganya.
Laporan itu mengatakan para anggota Taliban mengeksekusi sembilan tentara padahal telah menyerah. Sedangkan dua lagi tewas dalam baku tembak dan dua warga sipil lainnya juga meninggal dalam pertempuran yang terjadi, termasuk seorang gadis berusia 17 tahun.