REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan terbuka untuk meningkatkan hubungan dengan Israel. Dengan catatan, Israel harus terlebih dahulu menunjukkan kebijakan yang lebih peka terhadap Palestina.
"Pada titik ini, Israel perlu lebih peka dengan kebijakan yang terkait Palestina. Mereka perlu lebih peka tentang Yerusalem dan Masjid al-Aqsha. Segera setelah kami mendeteksi kepekaan, kami akan melakukan yang terbaik dan mengambil langkah (untuk hubungan yang lebih baik),'' kata Erdogan, dilansir Ahram Online, Kamis (9/12).
Erdogan mengatakan kepada sekelompok wartawan di Qatar pada Selasa (7/12) malam bahwa membaiknya hubungan Turki dan Israel akan menguntungkan bagi perdamaian di wilayah lebih luas. Hubungan antara Israel dan Turki telah memanas sepanjang kepemimpinan Erdogan. Para pemimpin Turki telah menjadi kritikus yang blak-blakan dengan kebijakan Israel terhadap Palestina.
Israel kecewa dengan hubungan baik Erdogan dengan kelompok militan yang menguasai Jalur Gaza, Hamas. Israel telah menganggap Hamas sebagai kelompok teror.
Israel dan Turki tersebut menarik duta besar masing-masing pada 2010, setelah pasukan Israel menyerbu sekelompok armada yang membawa bantuan kemanusiaan untuk warga Palestina di Gaza. Insiden itu mengakibatkan kematian sembilan aktivis Turki.
Hubungan Turki dan Israel kembali memanas pada 2018. Ketika itu, Turki yang marah dengan Amerika Serikat yang memindahkan kedutaannya ke Yerusalem. Turki kemudian kembali menarik duta besarnya dari Israel. Sementara Israel juga menarik duta besarnya dari Turki.
Belum lama ini, Erdogan melakukan panggilan telepon dengan Presiden Israel Isaac Herzog dan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett. Ini merupakan pertanda bahwa hubungan Israel dan Turki mulai membaik. Bennett berterima kasih kepada Erdogan atas perannya dalam pembebasan pasangan Israel yang ditangkap di Istanbul, karena dicurigai menjadi mata-mata.
Langkah untuk memulihkan hubungan dengan Israel, muncul ketika Turki menormalkan hubungan dengan beberapa negara di kawasan itu, termasuk Mesir, Uni Emirat Arab dan Arab Saudi.