REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Akun Twitter resmi Perdana Menteri India Narendra Modi diretas pada Ahad (12/12). Saat tak berada di bawah kendali, akun Twitter Modi mengunggah pernyataan bahwa India resmi mengadopsi mata uang kripto, Bitcoin, sebagai alat pembayaran sah.
“India telah secara resmi mengadopsi Bitcoin sebagai alat pembayaran sah. Pemerintah telah membeli 500 BTC (Bitcoin) dan mendistribusikannya ke semua penduduk negara,” kata Modi lewat akun Twitter-nya yang diretas, dikutip laman Sputnik.
Namun peretasan tersebut tak berlangsung lama. Twitter segera mengamankan akun Modi. “Masalah itu (peretasan) dieskalasi ke Twitter dan akunnya langsung diamankan. Dalam periode singkat saat disusupi, setiap cicitan yang dibagikan harus diabaikan,” tulis akun Twitter Modi setelah dipulihkan.
Setelah pemulihan, cicitan tentang pengadopsian Bitcoin sebagai alat pembayaran sah segera dihapus dari akun Modi. Saat ini, India memang sedang mempertimbangkan undang-undang untuk mengatur pasar mata uang kripto.
Pada 30 November lalu, Menteri Keuangan India Nirmala Sitharman mengatakan, pemerintah akan mengajukan rancangan undang-undang (RUU) baru di parlemen setelah disetujui kabinet.
RUU bernama "Cryptocurrency and Regulation of Official Digital Currency Bill, 2021" itu berusaha melarang semua mata uang kripto privat di India. “Namun ini memungkinkan pengecualian tertentu untuk mempromosikan teknologi yang mendasari mata uang kriptp dan penggunaannya,” demikian bunyi salah satu penggalan dalam RUU tersebut.
Sitharaman mengatakan, tidak ada usulan apa pun untuk mengakui Bitcoin sebagai mata uang. Untuk menjadi undang-undang, RUU tersebut harus melewati kedua majelis parlemen bikameral India dan ditandatangani presiden.
Tak ada data resmi tentang berapa banyak warga India yang terlibat dalam perdagangan mata uang kripto. Namun jumlahnya diperkirakan mencapai 100 juta orang dengan nilai pasar sekitar 80 miliar dolar AS.