REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Negara-negara Arab Teluk meminta Iran ambil tindakan konkret untuk meredakan ketegangan di kawasan. Dalam pertemuan yang digelar di Arab Saudi itu, negara-negara Arab Teluk juga meminta agar dilibatkan dalam perundingan nuklir antara kekuatan global dengan Iran di Wina.
Putra mahkota Arab Saudi Muhammad bin Salman (MBS) telah mendesak program nuklir dan rudal musuh lama Iran harus ditangani dengan serius dan efektif. Pernyataan ini disampaikan dalam pertemuan tahunan para pemimpin Teluk sebelum komunike terakhir dikeluarkan. Sudah lama Arab Saudi dan Iran bersaing memperebutkan pengaruh di kawasan.
"Sejauh ini laporan-laporan menunjukkan terdapat beberapa kebuntuan dari Iran dan kami berharap ini akan berubah menjadi kemajuan dalam waktu dekat," kata Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan al-Saud mengatakan pada konferensi pers setelah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Teluk, Selasa (14/12).
Pangeran Faisal mengatakan negara-negara Teluk lebih suka menjadi bagian dari pembicaraan. Mereka pun akan terbuka untuk mekanisme apa pun yang menangani masalah yang juga mencakup proksi regional Iran.
Muslim Sunni Arab Saudi dan Syiah Iran berlomba-lomba untuk mendapatkan pengaruh dalam persaingan yang telah terjadi di seluruh wilayah dalam peristiwa-peristiwa seperti perang Yaman dan di Lebanon, dengan kekuatan Hizbullah yang didukung Iran. Saudi dan Uni Emirat Arab sama-sama terlibat dengan Iran dalam upaya untuk menahan ketegangan pada saat ketidakpastian Teluk yang semakin dalam atas peran Amerika Serikat (AS) di kawasan itu.
Pembicaraan tidak langsung antara Iran dan AS untuk menghidupkan kembali pakta nuklir 2015 dimulai pada April, tetapi berhenti pada Juni setelah pemilihan Presiden garis keras Ebrahim Raisi. Setelah jeda lima bulan, tim perunding Iran kembali ke Wina dengan sikap tanpa kompromi.
Pangeran Faisal mengatakan pembicaraan itu tidak melihat perubahan nyata di lapangan. "Kami terbuka, kami bersedia," ujarnya.
Sebelum acara konferensi, putra mahkota Saudi mengunjungi negara-negara Teluk untuk menunjukkan solidaritas menjelang KTT yang berlangsung hampir setahun setelah Riyadh mengakhiri boikot Arab selama tiga setengah tahun terhadap Qatar. Arab Saudi dan non-Teluk Mesir telah memulihkan hubungan diplomatik dengan Qatar tetapi Uni Emirat Arab dan Bahrain belum melakukannya, meskipun Abu Dhabi telah bergerak untuk memperbaiki hubungan.
Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Mesir sempat memboikot Qatar dengan alasan mendukung milisi bersenjata. Doha membantah tuduhan tersebut. Arab Saudi dan Uni Emirat Arab mengubah pendekatan luar negerinya yang keras ke pendekatan yang lebih damai untuk memikat investasi asing dan dukungan Presiden AS Joe Biden. UEA telah bertindak lebih cepat untuk meningkatkan hubungan dengan Iran dan Turki, sementara juga terlibat kembali dengan Suriah setelah menjalin hubungan dengan Israel tahun lalu.