REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR – Amerika Serikat (AS) mengatakan sedang mengkaji langkah-langkah tambahan yang kemungkinan bakal diambil untuk menekan junta Myanmar. Washington menghendaki negara tersebut kembali menegakkan demokrasi pascakudeta militer Februari lalu.
“Penting dalam beberapa pekan dan bulan ke depan untuk melihat langkah-langkah apa yang dapat kami ambil untuk menekan rezim, untuk mengembalikan negara ke lintasan demokrasi,” kata Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Antony Blinken dalam konferensi pers bersama Menlu Malaysia Saifuddin Abdullah di Kuala Lumpur, Rabu (15/12), dikutip laman Time.
Blinken mengungkapkan AS juga secara aktif mengkaji apakah tindakan pemerintah Myanmar terhadap minoritas Muslim Rohingya perlu diberi label “genosida”. Laporan PBB yang terbit pada 2018 merekomendasikan agar para jenderal tinggi Myanmar diselidiki dan dituntut karena melakukan genosida serta kejahatan perang terhadap populasi minoritas.
Saifuddin Abdullah menekankan perlunya peran ASEAN dalam menangani krisis Myanmar. “Kita tidak bisa terus seperti ini. Kita harus memastikan ada cara-cara tertentu dalam melakukan sesuatu,” ujarnya.
Saifuddin memahami ASEAN menjunjung prinsip non-intervensi. Namun dia menekankan ASEAN juga harus melihat prinsip non-indifference. Sebab ia berpendapat apa yang terjadi di Myanmar sudah keluar dari negara tersebut.
Baru-baru ini pengadilan Myanmar telah menjatuhkan hukuman penjara selama empat tahun kepada pemimpin de facto negara tersebut Aung San Suu Kyi. Dia dianggap terbukti bersalah karena menghasut rakyat dan melanggar peraturan pembatasan sosial terkait Covid-19. Selain dua kasus tersebut, Suu Kyi masih menghadapi beberapa dakwaan.
Pertengahan November lalu, Suu Kyi didakwa melakukan kecurangan pemilu. Pada pemilu November 2020 lalu, partai pimpinan Suu Kyi yakni National League for Democracy (NLD) menang telak dengan mengamankan 396 dari 476 kursi di parlemen. Itu merupakan kemenangan kedua NLD sejak berakhirnya pemerintahan militer di sana pada 2011.
Para pengamat internasional mengatakan pemilu di Myanmar sebagian besar berlangsung bebas dan adil. Namun militer menuding partai Suu Kyi melakukan kecurangan. Hal itu menjadi landasan mereka melakukan kudeta terhadap pemerintahannya pada Februari lalu.
Tak hanya Suu Kyi, militer turut menangkap Presiden Win Myint dan sejumlah tokoh senior NLD lainnya. Setelah itu, junta menjerat Suu Kyi dengan sejumlah dakwaan mulai dari kepemilikan walkie-talkie ilegal, melakukan korupsi, menghasut, dan pelanggaran pembatasan Covid-19. Dia dapat dipenjara puluhan tahun jika terbukti bersalah.
Setelah kudeta, Myanmar dilanda demonstrasi besar-besaran. Mereka memberi dukungan kepada Suu Kyi dan menolak aksi kudeta militer. Lebih dari 1.200 orang dilaporkan telah tewas akibat aksi represif dan brutal pasukan keamanan Myanmar.