Senin 27 Dec 2021 14:49 WIB

Uskup Agung Desmond Tutu Berpulang

Biden nilai Tutu ikuti panggilan spiritualnya untuk ciptakan dunia yang lebih baik.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Desmond Tutu
Foto:

Mantan presiden AS Barack Obama menilai, Uskup Agung Desmond Tutu adalah seorang mentor, teman dan kompas moral baginya dan banyak orang lain. "Dia tidak pernah kehilangan selera humornya dan kemauannya untuk menemukan kemanusiaan dalam musuhnya," katanya.

Lahir di dekat Johannesburg, Tutu menghabiskan sebagian besar hidupnya di Cape Town dan memimpin banyak aksi dan kampanye untuk mengakhiri apartheid dari tangga depan Katedral St George. "Tutu meninggal dengan damai pada Minggu pagi di sebuah panti jompo Cape Town," kata seorang perwakilan dari Uskup Agung Desmond Tutu IP Trust.

Dia akan disemayamkan di St George's pada Jumat sebelum upacara pemakamannya di sana pada Sabtu. Terlihat lemah dan di kursi roda, dia terakhir terlihat di depan umum pada Oktober di Katedral St George di Cape Town untuk kebaktian yang menandai ulang tahunnya yang ke-90.

Dia didiagnosis menderita kanker prostat pada akhir 1990-an dan kemudian dirawat di rumah sakit beberapa kali untuk mengobati infeksi yang terkait dengan pengobatannya. Di tahun-tahun terakhirnya, dia juga menyesali mimpinya tentang "Bangsa Pelangi" yang belum terwujud, dan sering berselisih dengan mantan sekutu di partai Kongres Nasional Afrika (ANC) yang berkuasa. Perselisihan itu terkait kegagalan pemerintah mengatasi kemiskinan dan ketidaksetaraan yang mereka janjikan untuk diberantas.

Memiliki tinggi yang hanya 1,68 meter dan dengan tawa yang menular, Tutu melakukan perjalanan tanpa lelah sepanjang tahun 1980-an untuk menjadi wajah gerakan anti-apartheid di luar negeri, pada saat banyak pemimpin pemberontak ANC saat itu, termasuk calon Presiden Nelson Mandela, berada di balik jeruji besi.

Teman lama, Tutu dan Mandela tinggal selama beberapa waktu di jalan yang sama di kotapraja Soweto, Afrika Selatan, menjadikan Jalan Vilakazi satu-satunya di dunia yang pernah menjadi rumah bagi dua pemenang Hadiah Nobel Perdamaian.

Setelah secara resmi pensiun dari kehidupan publik pada hari ulang tahunnya yang ke-79, Tutu pernah berkata tentang dirinya sendiri: "Saya berharap saya bisa tutup mulut, tetapi saya tidak bisa, dan saya tidak mau."

John Steenhuisen, pemimpin partai oposisi Aliansi Demokratik, mengatakan semangat Tutu akan terus hidup dalam upaya berkelanjutan untuk membangun Afrika Selatan yang bersatu, sukses, non-rasial untuk semua.

Pada 2008, Tutu menuduh Barat terlibat dalam penderitaan Palestina dengan tetap diam. Pada 2013, dia menyatakan dukungannya untuk hak-hak gay, dengan mengatakan dia tidak akan pernah "menyembah Tuhan yang homofobia."

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement