REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Wajah Presiden Prancis Emmanuel Macron muncul pada sampul muka laporan tentang Islamofobia di Eropa. Laporan itu bertajuk European Islamophobia Report 2020.
Laporan itu disusun oleh Enes Bayrakli dan Farid Hafez. Bayrakli adalah profesor hubungan internasional di Turkish-German University yang berbasis di Istanbul, Turki. Sementara Hafez adalah ilmuwan politik dari Georgetown University's Bridge Initiative. Dalam laporan itu, mereka menyebut Islamofobia di Eropa memburuk.
Dari pemaparan kasus Islamofobia di beberapa negara Eropa, mereka secara khusus menyorot perkembangan di Prancis. Pemerintahan Emmanuel Macron dinilai memiliki kontribusi signifikan dalam melembagakan Islamofobia di negara tersebut. Penutupan badan pemantau Prancis, yakni Collectif contre l'islamophobie en France, menjadi contoh seberapa jauh negara Islamofobia telah berkembang.
Pada Januari lalu, sebuah komisi khusus di Majelis Nasional Prancis menyetujui “piagam nilai-nilai republik” Islam. Macron memperkenalkannya tahun lalu sebagai bagian dari perang melawan “separatisme”. Undang-undang (UU) tersebut telah memicu kemarahan komunitas Prancis yang notabene terbesar di Eropa, yakni mencapai 3,35 juta orang.
Pemberlakuan UU itu telah membatasi banyak aspek kehidupan Muslim Prancis. UU mengizinkan pejabat untuk mengintervensi masjid dan asosiasi yang bertanggung jawab atas administrasi mereka. Otoritas negara pun diizinkan mengontrol keuangan asosiasi yang berafiliasi dengan Muslim serta organisasi non-pemerintah.
Prancis juga banyak melakukan penutupan masjid karena dinilai melanggar UU keamanan. Sejauh ini Prancis sudah menutup lebih dari 17 masjid. Sebanyak 89 masjid berada di bawah pengawasan.
Dalam laporan European Islamophobia Report 2020, tekanan sistemik Prancis pada Muslim telah mengakibatkan peningkatan jumlah pencarian polisi, ancaman penggusuran, penutupan masjid dan sekolah, serta pembubaran LSM kemanusiaan dan organisasi hak asasi manusia (HAM) yang membela Muslim Prancis melawan rasialisme atau diskriminasi.
Ketika serangan tindakan itu dipadukan, kebebasan fundamental komunitas Muslim di sana terancam. “Macron telah menjadi wajah Islamofobia institusional dan struktural di Eropa. Kebijakannya secara langsung menargetkan, mendiskriminasi, dan mengkriminalisasi Muslim di Prancis,” kata Enes Bayrakli, dikutip laman TRT World, Jumat (31/12).
Dia menilai, tentu ada beberapa negara Eropa lain yang menerapkan pengawasan pada Islam dan Muslim. “Tentu saja ada politisi lain di Eropa yang mengikuti kebijakan yang sama seperti Prancis. Namun Prancis menerapkan praktik Islamofobia pada level negara dalam menangani minoritas Muslim mereka,” ujar Bayrakli.