REPUBLIKA.CO.ID, YERUSSALEM -- Israel tidak akan membatasi diri dengan perjanjian nuklir antara [negara] kekuatan dunia dan Iran. Hal itu diungkapkan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett pada Senin (10/1).
“Israel tak mengambil bagian dalam perjanjian dan tidak memiliki kewajiban seperti mereka. Israel akan mempertahankan kebebasan tak terbatas untuk bertindak,” kata Bennett kepada Komite Urusan Luar Negeri dan Pertahanan Knesset (parlemen Israel).
"Iran adalah kepala gurita yang terus-menerus mengancam Israel melalui kuasanya," tambah PM Israel dalam pernyataan yang dikutip oleh harian Jerusalem Post.
Pada Sabtu, pejabat Rusia dan Iran mengatakan kemajuan telah dibuat dalam pembicaraan Wina untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir 2015.
Utusan Rusia untuk negosiasi nuklir Iran Mikhail Ulyanov mengatakan bahwa pembicaraan bergerak "pelan tapi pasti".
Pembicaraan maraton putaran kedelapan antara Iran dan P4+1 (Rusia, China, Prancis, Inggris, dan Jerman) dilanjutkan di ibu kota Austria pada 27 Desember.
Baca: Arab Saudi Krisis Rudal Gara-Gara Beli Sistem Pertahanan Buatan AS
Pembicaraan dipusatkan pada permintaan utama Iran untuk mencabut sanksi yang dijatuhkan oleh mantan presiden AS menyusul penarikan sepihak dari kesepakatan penting pada Mei 2018.
Baca: Australia tak Mau Lockdown, Memilih Lewati Wabah Covid-19 Omicron
Baca: Menlu Israel Positif Covid-19 Saat Negaranya Bersiap Hadapi Omicron dengan Dosis 4 Vaksin