Selasa 11 Jan 2022 19:19 WIB

Paus Fransiskus Ingatkan Bahaya Cancel Culture

Menurut Paus cancel culture berisiko membatalkan identitas berkedok membela keragaman

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Menurut Paus Fransiskus, cancel culture berisiko membatalkan identitas berkedok membela keragaman. Ilustrasi.
Foto: AP/Andrew Medichini
Menurut Paus Fransiskus, cancel culture berisiko membatalkan identitas berkedok membela keragaman. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, ROMA - Paus Fransiskus mengingatkan bahaya dari cancel culture atau budaya pengenyahan pada Senin (10/1/2022) waktu setempat. Hal ini ia katakan dalam sebuah pidato di hadapan lebih dari 180 diplomat dari berbagai negara di Vatikan.

Dalam pidato tersebut, Paus Fransiskus menilai cancel culture akan membawa pemikiran umat manusia ke satu jalur. Sehingga dikhawatirkan bisa menyangkal bahkan menulis ulang sejarah sesuai dengan standar sendiri.

Baca Juga

Dia juga memperingatkan adanya suatu bentuk kolonisasi ideologis yang tidak meninggalkan ruang untuk kebebasan berekspresi yang kini mengambil bentuk cancel culture yang menyerang banyak kalangan dan lembaga publik. Dia berbicara tentang krisis kepercayaan dalam diplomasi multilateral.

Hal itu menurutnya telah menyebabkan agenda semakin didiktenya oleh pola pikir yang menolak pondasi alami kemanusiaan dan akar budaya yang merupakan identitas banyak orang. Bulan lalu, orang nomor dua Vatikan, Sekretaris Negara Cardinal Pietro Parolin, menyatakan keprihatinan atas rancangan manual komunikasi Uni Eropa yang menyarankan untuk tidak menggunakan istilah Natal. Meski rancangan manual tersebut kemudian ditarik untuk direvisi.

Paus Fransiskus menggunakan dua kata dalam bahasa Inggris di tengah pidato panjang dalam bahasa Italia. Kontroversi "batal budaya" sangat tajam di negara-negara berbahasa Inggris, seperti Amerika Serikat dan Inggris. "Ini berisiko membatalkan identitas dengan kedok membela keragaman," kata Paus Fransiskus.

Di Amerika Serikat, telah terjadi konflik atas pemindahan atau pemenggalan kepala patung-patung tokoh sejarah seperti Christopher Columbus dan St. Junipero Serra. Serra, seorang Fransiskan Spanyol, mendirikan rantai misi di Kalifornia abad ke-18 yang merupakan pendahulu infrastruktur negara.

Selain penghapusan patung, beberapa juga menuntut perubahan nama institusi seperti sekolah dan rumah sakit yang dinamai menurut nama tokoh sejarah. Ini berperan dalam penghancuran budaya asli Amerika. Sementara Paus tidak menyebutkan contoh budaya pembatalan tertentu, dia mengatakan situasi sejarah apa pun harus ditafsirkan dalam konteks zamannya dan bukan dengan standar saat ini.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement