Rabu 12 Jan 2022 18:52 WIB

WHO: Separuh Populasi Eropa Bisa Terinfeksi Omicron dalam Dua Bulan

Eropa mencatatkan lebih dari 7 juta kasus baru Omicron pada pekan pertama Januari

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
 Pembeli yang mengenakan masker wajah untuk melindungi diri dari COVID-19 berjalan di sepanjang Grand Bouvard di Paris, Senin, 20 Desember 2021. Negara-negara di seluruh Eropa telah bergerak untuk menerapkan kembali langkah-langkah yang lebih keras untuk membendung gelombang baru infeksi COVID-19 yang didorong oleh penyakit yang sangat menular varian omicron.
Foto: AP/Michel Euler
Pembeli yang mengenakan masker wajah untuk melindungi diri dari COVID-19 berjalan di sepanjang Grand Bouvard di Paris, Senin, 20 Desember 2021. Negara-negara di seluruh Eropa telah bergerak untuk menerapkan kembali langkah-langkah yang lebih keras untuk membendung gelombang baru infeksi COVID-19 yang didorong oleh penyakit yang sangat menular varian omicron.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi, separuh populasi Eropa akan terinfeksi Covid-19 varian Omicron dalam dua bulan ke depan. Perkiraan itu muncul setelah melihat statistik peningkatan infeksi di Benua Biru.

WHO mengungkapkan, Eropa mencatatkan lebih dari 7 juta kasus baru Omicron pada pekan pertama Januari. Angka itu dua kali lipat jika dibandingkan dua pekan sebelumnya. “Pada tingkat ini, lebih dari 50 persen populasi di kawasan itu akan terinfeksi Omicron dalam enam hingga delapan pekan ke depan,” kata Direktur WHO untuk Eropa Hans Kluge dalam konferensi pers, Selasa (11/1/2022), dikutip laman EU Observer.

Baca Juga

Dia menyebut, skala penularan itu belum pernah terjadi sebelumnya. Dampaknya, arus pasien yang harus menjalani perawatan di rumah sakit meningkat. Hal itu menjadi tantangan bagi sistem perawatan kesehatan di seluruh Eropa.

Meski jumlah kasus Omicron meningkat tajam, angka kematian akibat Covid-19 di Eropa relatif stabil. Hal itu diyakini karena Omicron memunculkan gejala lebih ringan dibandingkan varian-varian sebelumnya. Angka kematian tertinggi di Eropa terjadi di negara-negara dengan angka infeksi tinggi dan cakupan vaksinasi rendah.

Kluge mengimbau negara-negara yang memiliki angka kasus Covid-19 tinggi untuk meminimalkan gangguan pada sistem dan layanan kesehatan. Hal itu berarti, mereka harus memprioritaskan orang-orang rentan dalam perawatan rumah sakit. Di sisi lain, perintah kepada warga untuk menghindari ruang tertutup dan penuh sesak serta bekerja dari rumah turut perlu dilakukan.

Dia pun menyinggung tentang banyaknya negara Uni Eropa yang mulai menerapkan periode karantina atau isolasi yang lebih pendek. Kluge mengatakan, keputusan demikian harus diambil hanya jika dianggap penting guna menjaga kelangsungan layanan kritik. “Setiap keputusan untuk melakukannya harus diambil dengan hati-hati, menimbang risiko serta manfaat dari melakukannya,” ujarnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement