REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA - Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan varian Omicron tidak terlalu parah daripada Delta. Namun dia mengingatkan Omicron tetap merupakan varian yang berbahaya terutama bagi orang yang tidak divaksinasi.
Dia berbicara pada webinar Covid-19, Rabu (12/1/2022), bahwa jumlah rekor 15 juta kasus Covid-19 yang dilaporkan pekan lalu adalah perkiraan yang terlalu rendah. Tingkat kematian tetap stabil dan dapat diturunkan dengan memberikan lebih banyak vaksin kepada orang-orang.
"Sementara jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit meningkat di sebagian besar negara, itu tidak dalam tingkat yang terlihat pada gelombang sebelumnya," kata Tedros seperti dikutip laman Anadolu Agency, Kamis (13/1/2022).
"Sebagian besar orang yang dirawat di rumah sakit di seluruh dunia tidak divaksinasi," ujarnya menambahkan.
Dia mengakui vaksin tetap sangat efektif untuk mencegah penyakit parah dan kematian. Namun vaksin tidak sepenuhnya mencegah penularan. Tedros menyebut jumlah kematian yang stabil mungkin karena berkurangnya keparahan yang ditimbulkan dari Omicron serta kekebalan yang meluas dari vaksinasi atau infeksi sebelumnya.
Kepala WHO itu mengatakan lonjakan besar dalam infeksi yang didorong oleh varian Omicron dengan cepat menggantikan Delta di hampir semua negara. "Namun mari kita perjelas: sementara Omicron menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada Delta, itu tetap menjadi virus yang berbahaya, terutama bagi mereka yang tidak divaksinasi," tutur Tedros.
"Hampir 50 ribu kematian seminggu adalah 50 ribu kematian terlalu banyak," ujarnya menambahkan. Menurutnya, belajar hidup dengan virus corona tidak berarti jumlah kematian dapat dibiarkan begitu saja.
"Kita tidak boleh membiarkan virus ini naik bebas atau mengibarkan bendera putih, terutama ketika begitu banyak orang di seluruh dunia yang tidak divaksinasi," kata Tedros.
Menurut catatan WHO, di Afrika lebih dari 85 persen orang belum menerima satu dosis vaksin. "Kita tidak dapat mengakhiri fase akut pandemi kecuali kita menutup celah ini," jelasnya.
Dia mengakui kemajuan yang menjelaskan bahwa pada Desember, fasilitas COVAX untuk memerangi ketidakadilan vaksin mengirimkan lebih dari dua kali lipat jumlah dosis yang dikirimkan pada November. "Dalam beberapa hari mendatang, kami berharap COVAX mengirimkan dosis vaksin ke-1 miliarnya," kata Tedros.
Dia mencatat beberapa kendala pasokan yang dihadapi tahun lalu mulai mereda. "Akan tetapi jalan kita masih panjang untuk mencapai target vaksinasi 70 persen dari populasi setiap negara pada pertengahan tahun ini," katanya. Sebanyak 90 negara masih belum mencapai target 40 persen dan 36 negara di antaranya telah memvaksinasi kurang dari 10 persen populasinya.