REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemerintah Iran, untuk pertama kalinya mengungkapkan, mereka membuka diri untuk melakukan negosiasi langsung dengan Amerika Serikat (AS) dalam pemulihan kesepakatan nuklir 2015. Teheran pun menyatakan siap mengadakan pembicaraan "mendesak".
“Jika selama proses negosiasi kami mencapai titik di mana mencapai kesepakatan yang baik dengan jaminan yang solid membutuhkan tingkat pembicaraan dengan AS, kami tidak akan mengabaikannya dalam jadwal kerja kami,” kata Menteri Luar Negeri Hossein Amir-Abdollahian, Senin (24/1/2022).
Kemauan Iran pun disambut AS. Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengungkapkan, Washington juga siap bertemu dan berdiskusi langsung dengan Teheran untuk memulihkan kesepakatan nuklir 2015 atau dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). “Kami telah lama memegang posisi bahwa akan lebih produktif untuk terlibat dengan Iran secara langsung, baik dalam negosiasi JCPOA dan masalah lainnya,” ucapnya.
Pembicaraan pemulihan JCPOA masih berlangsung di Wina, Austria. Namun sebelumnya, Iran menolak pertemuan langsung dengan AS. Hal itu membuat pihak lainnya yang terlibat dalam perundingan, yakni Inggris, Cina, Prancis, Jerman, dan Rusia, harus bolak-balik antara kedua pihak tersebut.
JCPOA terancam bubar setelah mantan presiden AS Donald Trump menarik negaranya dari kesepakatan tersebut pada November 2018. Trump berpandangan JCPOA "cacat" karena tak turut mengatur tentang program rudal balistik dan peran Iran di kawasan. Trump kemudian memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran. Sejak saat itu Iran tak mematuhi ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam JCPOA, termasuk perihal pengayaan uranium.