REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Menteri Luar Negeri (Menlu) Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani mengunjungi Iran, Kamis (27/1/2022). Kunjungan itu dilakukan setelah diumumkannya agenda kunjungan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani ke Amerika Serikat (AS).
Kantor berita Iran, Islamic Republic News Agency (IRNA), menyebut kunjungan Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani ke Teheran dan bertemu Menlu Iran Hossein Amirabdollahian tak dimaksudkan untuk memfasilitasi pembicaraan langsung dengan AS.
“Meskipun Doha dan Teheran memiliki hubungan yang baik dan dekat, kunjungan ini telah memicu beberapa kesalahpahaman, Beberapa mengarangnya untuk memfasilitasi pembicaraan langsung dengan AS,” kata IRNA.
Saat ini Iran dan AS memang tengah terlibat perundingan pemulihan kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) di Wina, Austria. Pembicaraan yang berlangsung sejak April 2021 itu sudah memasuki putaran kedelapan. Namun selama ini, Iran dan AS tak terlibat langsung dalam perundingan. Pihak lain dalam JCPOA, yakni Rusia, Cina, Prancis, Inggris, dan Jerman harus bolak-balik bertemu dengan perwakilan kedua negara.
Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani dijadwalkan bertemu Presiden AS Joe Biden di Washington pada 31 Januari mendatang. Mereka akan membahas sejumlah isu regional, termasuk tentang upaya menyelamatkan JCPOA. Biden dan Sheikh Tamim juga akan membahas tentang hubungan bilateral AS-Qatar.
Awal pekan ini, Iran dan AS sama-sama menyatakan kesiapannya untuk melakukan pembicaraan langsung dalam negosiasi pemulihan JCPOA. “Jika selama proses negosiasi kami mencapai titik di mana mencapai kesepakatan yang baik dengan jaminan yang solid membutuhkan tingkat pembicaraan dengan AS, kami tidak akan mengabaikannya dalam jadwal kerja kami,” kata Menlu Iran Hossein Amir-Abdollahian, Senin (24/1/2022).
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengungkapkan, Washington juga siap bertemu dan berdiskusi langsung dengan Teheran untuk memulihkan kesepakatan nuklir 2015 atau dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). “Kami telah lama memegang posisi bahwa akan lebih produktif untuk terlibat dengan Iran secara langsung, baik dalam negosiasi JCPOA dan masalah lainnya,” ucapnya.
JCPOA terancam bubar setelah mantan presiden AS Donald Trump menarik negaranya dari kesepakatan tersebut pada November 2018. Trump berpandangan JCPOA "cacat" karena tak turut mengatur tentang program rudal balistik dan peran Iran di kawasan. Trump kemudian memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran. Sejak saat itu Iran tak mematuhi ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam JCPOA, termasuk perihal pengayaan uranium.