REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia dan Ukraina gagal mencapai terobosan dalam pembicaraan dengan pejabat Prancis dan Jerman. Pembicaraan yang digelar di Berlin itu, bertujuan untuk mengakhiri konflik separatis di Ukraina timur.
Kegagalan ini menandai bahwa tidak ada kemajuan yang dicapai untuk meredakan krisis Rusia-Ukraina. Utusan Rusia Dmitry Kozak mengatakan, tidak ada solusi untuk mendamaikan perbedaan interpretasi Rusia dan Ukraina tentang perjanjian 2015 yang bertujuan untuk mengakhiri pertempuran antara separatis pro-Rusia dan pasukan pemerintah Ukraina.
"Kami tidak berhasil mengatasi ini," ujar Kozak.
Sementara, utusan Ukraina Andriy Yermak mengatakan, meski tidak mencapai kesepakatan, kedua belah pihak sepakat untuk terus melakukan pembicaraan. "Saya berharap kita akan segera bertemu lagi dan melanjutkan negosiasi ini. Semua orang bertekad untuk mencapai hasil," katanya.
Konflik di wilayah Donetsk dan Luhansk, yang dikenal sebagai Donbass terus berlanjut meskipun ada gencatan senjata. Pengamat dari Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) mencatat pelanggaran yang sering terjadi. Bahkan terkadang pelanggaran mencapai ratusan insiden setiap hari.
Ukraina mengatakan, sekitar 15 ribu orang telah tewas sejak 2014. Perwakilan Rusia, Ukraina, OSCE dan dua wilayah separatis menandatangani kesepakatan sebanyak 13 poin pada Februari 2015 di Minsk. Kesepqkatan itu didukung oleh para pemimpin Prancis dan Jerman.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menuduh Ukraina mencoba untuk menulis ulang perjanjian Minsk. Dia juga menuding bahwa Ukraina hanya memilih poin-poin dalam perjanjian yang paling menguntungkan mereka. Sementara Ukraina menepis tuduhan Rusia dan berkomitmen pada kesepakatan itu.
Ukraina mengatakan bahwa, Rusia memiliki pasukan di dalam Ukraina yang berjuang bersama para separatis. Kyiv menolak untuk berunding dengan pemerintah daerah yang memisahkan diri. Presiden Volodymyr Zelenskiy telah mengusulkan pembicaraan langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang sejauh ini ditolak oleh Kremlin.
Militer Rusia telah mengerahkan pasukan militer di dekat perbatasan Ukraina. Hal ini memicu krisis diplomatik dan meningkatkan ketakutan bahwa, Rusia sedang bersiap untuk menyerang Ukraina.
Rusia telah membantah bahwa mereka berencana untuk menyerang Ukraina. Rusia menentang upaya Ukraina untuk bergabung dengan NATO. Moskow menginginkan jaminan keamanan bahwa aliansi pertahanan yang dipimpin AS harus menghentikan ekspansinya ke negara bekas republik Soviet. Tetapi Washington dan NATO telah menolak permintaan tersebut. AS dan NATO terbuka untuk membahas langkah-langkah pengendalian senjata di Eropa.