REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Polisi Israel mengaku menggunakan spyware Pegasus untuk meretas telepon warga Israel. Dalam sebuah pernyataan, polisi mengatakan telah menemukan bukti penggunaan spyware canggih yang tidak sah oleh penyelidiknya sendiri untuk memata-matai ponsel warganya.
"Selama penyelidikan sekunder yang dilakukan, temuan tambahan ditemukan yang mengubah keadaan dalam aspek-aspek tertentu," demikian pernyataan polisi Israel seperti dilansir Daily Sabah, Selasa (15/2/2022).
Pekan lalu, Jaksa Agung Israel Avichai Mandelblit memerintahkan polisi untuk mengambil langkah segera untuk mencegah kemungkinan melewati langkah otorisasi, yaitu memata-matai ponsel warga Israel tanpa izin pengadilan. Langkah ini juga harus segera diambil untuk menghentikan tindakan semacam itu di masa depan.
Mandelblit juga mengumumkan pembentukan tim penyelidikan untuk menyelidiki tindakan memata-matai warga yang dilakukan oleh polisi Israel. Pada 18 Januari, situs Calcalist Israel mengatakan polisi Israel menggunakan program peretasan Pegasus terhadap warga Israel tanpa izin pengadilan.
Daftar orang Israel yang diretas termasuk para pemimpin protes terhadap mantan perdana menteri Benjamin Netanyahu dan politisi lainnya. Namun, pihak kepolisian Israel menanggapi tuduhan tersebut dengan mengatakan bahwa penyelidikan internal awal tidak menemukan bukti penyalahgunaan spyware Pegasus.
Menyusul munculnya laporan tersebut, Kepala NSO yang merupakan perusahaan spyware Israel produsen Pegasus, Asher Levy, pun mengundurkan diri dari jabatannya. Dia mengklaim pengunduran dirinya tidak terkait dengan laporan Calcalist itu.
Spyware Pegasus memungkinkan operatornya meretas ponsel dengan memanfaatkan kerentanan keamanan di sistem operasi seluler Android dan iPhone. Spyware menyebabkan skandal di seluruh dunia setelah ditemukannya kasus mata-mata terhadap politisi, pejabat pemerintah, jurnalis, dan aktivis di berbagai negara.