REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin mungkin tidak berpikir logis. Sehingga ancaman sanksi mungkin tidak cukup untuk mencegah Rusia menginvasi Ukraina.
"(Sanksi-sanksi) mungkin tidak cukup untuk mencegah aktor irasional dan kami harus menerima di saat Vladimir Putin mungkin berpikir dengan tidak logis mengenai ini dan tidak melihat bencana di masa mendatang," kata Johnson pada BBC, Ahad (20/2/2022).
Johnson mengatakan Inggris juga bermasalah dengan uang Rusia yang mengalir ke Kota London dan akan menanganinya. Ia sudah mengancam akan memberlakukan sanksi keras bila Rusia menginvasi Ukraina.
Johnson mengatakan Inggris akan melarang perusahaan Rusia untuk mendapatkan modal di pasar finansial dan mengungkapkan kepemilikan perusahaan dan properti mereka. "Kami memiliki masalah dengan uang Rusia di kota, kami harus menanganinya," kata Johnson.
Sebelumnya ia juga mengacamAmerika Serikat (AS) dan Inggris akan memutus akses perusahaan-perusahaan Rusia dari dolar AS dan poundsterling bila Kremlin memerintahkan invasi ke Ukraina.
"Rencana yang kami lihat adalah sesuatu yang dapat menjadi perang terbesar di Eropa sejak 1945 di dalam skalanya saja," kata Johnson.
Johnson mengatakan sanksi-sanksi yang berlakukan pada Rusia bila Moskow menggelar invasi akan lebih besar dibanding yang telah disampaikan ke publik sebelumnya. Ia mengatakan Inggris dan AS akan menghentikan perusahaan Rusia berdagang dengan pound dan dolar.
Johnson yakin langkah tersebut akan berdampak dengan "sangat amat keras" perusahaan-perusahaan Rusia. Sebelumnya dilaporkan situasi di Ukraina timur semakin memanas.
Pada Sabtu (19/2/2022) kemarin Putin dilaporkan mengawasi uji coba rudal-rudal balistik dan rudal jelajah berkemampuan nuklir dalam latihan militer. Sementara AS terus meyakinkan dunia Rusia siap menyerang Ukraina.